Rabu, 15 Agustus 2012

Efek ruang dan waktu

Manusia hidup dalam ruang
bumi dan waktu sejarah.
Bumi dan sejarah adalah
panggung kehidupan
manusia. Dalam kerangka
interaksi antara ketiga
unsur itulah –bumi,
sejarah, dan manusia- teks
diturunkan. Jika bumi terus
berputar, sejarah terus naik
dan turun, manusia terus
berubah, maka mengertilah
kita dalam situasi seperti
apakah teks itu bekerja.
Teks ‘bekerja’ dalam situasi yang lentur dan cair. Teks
bekerja dalam situasi yang bergerak, berubah dan
terus mengalir. Dan itu melahirkan ancaman
eksistensial! Ancaman bagi eksistensi setiap teks atau
narasi apapun bahwa ia tidak punya cukup nafas
kebenaran yang memungkinkannya mengikuti gerak
perubahan dari aliran kehidupan itu. Ancaman inilah
yang sebenarnya menjelaskan mengapa banyak teks
atau narasi yang memiliki life cycle atau umur yang
pendek dan terbatas.
Seperti sejarah yang mengisi dua pertiga dari lembar-
lembar teks Qur’an, begitu juga kata bumi
bertebaran begitu banyak dalam ayat-ayatnya. Itu
untuk menegaskan kepada kita bahwa ruang dan
waktu tidak berada dalam kendali manusia sebagai
pelaku kehidupan. Itu membatasi kemampuan gerak
manusia. Itu menjelaskan apa atinya manusia
sebagai makhluk yang terbatas.
Tapi masalah manusia tidak terletak pada
keterbatasan itu. Sebab tidak ada
pertanggungjawaban dalam ketidakmampuan. Jadi
Qur’an memaklumi keterbatasan manusia dan
karenanya ia tidak perlu mencemaskannya. Yang
dilakukan Qur’an adalah memaklumi bagaimana
ruang dan waktu berefek pada kemampuan
pergerakan manusia tapi ia juga memastikan bahwa
manusia bisa tetap bergerak dalam keterbatasannya.
Biasanya kita akan menemukan pola Qur’an seperti
ini: makin besar efek ruang dan waktu terhadap
suatu masalah, makin umum penjelasannya dan
makin sedikit detailnya. Begitu juga sebaliknya: makin
kecil efek ruang dan waktu terhadap suatu masalah,
makin detil penjelasan Qur’an terhadap masalah itu.
Shalat dan harta waris misalnya. Al-Qur’an
menjelaskan perintah dasar shalat tapi tidak
menjelaskan detilnya karena cara pelaksanaannya
bisa berubah-ubah sesuai dengan kondisi manusia.
Shalat waktu damai dam muqim berbeda dengan
cara shalat waktu perang atau safar. Harta waris
sebaliknya. Karena akar masalahnya pada struktur
dasar keluarga manusia, maka Qur’an menjelaskan
masalah ini sangat detil. Sebab ruang dan waktu
tidak berpengaruh terhadap bangunan struktur
keluarga manusia. Struktur vertikalnya selalu begitu:
ke atas ada ayah dan ibu, ke bawah ada anak-anak.
Struktur horisontalnya juga begitu: selalu ada
saudara.
Jika ruang dan waktu punya efek pada cara kita
menjalani hidup, maka kelenturan dan fleksibilitas
adalah niscaya bagi manusia. Itu yang membuat
mereka tetap eksis. [ Anis Matta, sumber : Serial
Pembelajaran Majalah Tarbawi edisi 241]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar