Rabu, 15 Agustus 2012

Mengenal Ruang

Kapalnya tenggelam oleh
hantaman badai dalam
ekspedisinya ke China. Tapi
Ibnu Batuta, sang
pengembara asal Maroko
itu, selamat. Ia terdampar
di kepulauan Maldives. Ia
pun menetap di tempat itu
sampai lama. Kawin mawin
dan beranak pinak. Kini
Negara kepulauan yang
bernama Republic of
Maldives (Republik
Maladewa) yang terdiri dari 26 atol seluruhnya
beragama Islam. Musibah itu berujung berkah bagi
warga kepulauan Maladewa.
Ibnu Batuta adalah nama besar dari abad ke 14 M
dalam sejarah para pengembara. Ia juga sempat ke
Indonesia, khususnya Jawa dan Sumatera, dan
menceritakan detil sejarah dan budaya masyarakat
ini dalam bukunya. Ia telah menempuh perjalanan
120.000 km di seluruh wilayah dunia Islam. Ia
menjadi ikon dari semangat pengembaraan dan
upaya pemetaan bumi ketika manusia mengenal
transportasi darat dan laut.
Itu merupakan salah satu buah dari perintah Al-
Qur’an untuk melakukan perjalanan di muka bumi
(al sair fil ardh) . Perintah itu adalah konsekuensi dari
misi khilafah manusia. Jika teks harus diturunkan
secara bijak ke dalam konteks ruang dan waktu, maka
manusia perlu mengenal ruang kehidupannya secara
komprehensif dan detil. Pengembaraan itu salah satu
terapannya.
Perintah berjalan di muka bumi itu telah menjadi
dasar motivasi pengembangan ilmu geografi dunia
Muslim. Ilmu ini sebenarnya sudah berkembang
pesat jauh sebelum era Ibnu Batuta. Dua abad
sebelum Ibnu Batuta (1304-1369) melakukan
pengembaraannya, Yakut Al Harmawy (1179-1229) –
untuk sekedar memberi contoh- telah menulis
sebuah ensiklopedi geografi Negara-negara dunia
yang diberi judul Mu’jamul Buldan.
Geografi merupakan ilmu yang paling fundamental
khususnya dalam dunia politik, militer dan ekonomi.
Empat Khulafa Rasyidin dikenal di kalangan para
sahabat sebagai ahli-ahli geografi. Abu Bakar dan
Umar bin Khattab bahkan pernah memberi wasiat
kepada pasukannya dengan menyebut nama-nama
tempat yang sangat detil di wilayah Syam dan Irak,
yang sebagiannya bahkan belum pernah mereka
kunjungi. Dari sejak dahulu sekali ilmu ini melekat
dalam struktur pengetahuan raja-raja.
Ilmu ini sebenarnya membangun kemampuan
berpikir pemetaan (mapping mind) . Dan kemampuan
itu sangat fundamental dalam keseluruhan
kemampuan berpikir strategis seseorang. Tapi
kemampuan berpikir inilah yang justru hilang dari
dunia Muslim saat ini. Itu sebabnya mengapa mereka
tertatih-tatih dalam menurunkan teks dalam ruang
dan waktu mereka. Mereka tidak mengerti bagaimana
mereka membangun dunia mereka. Sebab mereka
bahkan tidak mengenal belahan bumi yang mereka
pijak sendiri. [ Anis Matta, sumber : Serial
Pembelajaran Majalah Tarbawi edisi 243]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar