Selasa, 14 Agustus 2012

Teknologi jihad untuk narasi peradaban

Para penakluk imperium
dari jazirah itu menyisakan
satu realitas yang lucu.
Mereka tumbuh di tengah
gurun sahara dan tidak bisa
berenang. Itulah yang yang
jadi kendala pasukan
Muslim saat akan
menaklukkan Persia di
mana mereka harus
menyeberangi sungai Eufrat
dan Tigris. Dalam waktu
singkat kendala itu bisa dilalui. Sebab itu cuma
sungai. Begitu juga ketika pasukan Muslim di bawah
komando Amr bin Ash itu harus menaklukkan Mesir
dari kolonialisme Romawi. Sebab masih ada jalur
darat untuk sampai ke sana.
Kendala menjadi lebih besar ketika Syam, Irak dan
Mesir sudah ditaklukkan. Sebab semua ekspansi
setelah itu harus melewati laut. Itulah yang
menggusarkan Umar bin Khattab. Itu terlalu berisiko.
Apalagi ketika beliau bertanya kepada Amr bin ‘Ash
tentang suasana di atas kapal di tengah laut. Amr
yang cerdas dan humoris melukiskan suasana itu
dengan cara yang agak dramatis. Bayangkan saja, ada
sebatang pohon yang terapung di atas laut yang
berombak, sementara ulat-ulat yang ada dalam
batang kayu itu berusaha untuk tetap bertahan dan
tidak jatuh atau terseret ombak. Begitu juga
manusia-manusia yang ada di atas perahu atau
kapal.
Umar bin Khattab tentu saja tidak buta dengan
dramatisasi dalam deskripsi Amr bin ‘Ash itu. Tapi ia
toh akhirnya menghentikan semua ekspansi yang
harus melewati laut. Ada alasan lain memang.
Teritori mereka sudah terlalu luas, masyarakat
Muslim yang baru ini juga terlalu multi kultur.
Persoalannya terletak pada pengendalian. Tapi
kemudian kebijakan Umar itu mengalihkan arah
ekspansi ke kawasan Asia Tengah dari arah Irak,
sementara ekspansi ke arah Cyprus menuju
Konstantinopel dihentikan.
Inilaha kemudian yang menjadi pembeda dalam
riwayat Umar dan Utsman. Sebab Utsman justru
melanjutkan ekspansi ke wilayah-wilayah Romawi.
Dan itu memicu penemuan teknologi Maritim dalam
sejarah peradaban Islam untuk pengembangan
armada laut pasukan Muslim. Dari situlah mereka
berekspansi ke teritori terakhir Mesir, Alexandria
selanjutnya ke Afrika Selatan dan Utara, lalu
membebaskan Cyprus dan Rhodes. Itu di luar
ekspansi yang berlanjut ke Armenia. Jadi hampir
seluruh koloni Romawi sudah jatuh ke tangan Islam
sejak saat itu. Yang tersisa adalah pusat kekuasaan
mereka di Timur, Konstantinopel, dan di barat Roma.
Putera Heraklius, Constantine, bahkan dibunuh
pasukannya sendiri di kamar mandinya di Cyprus
akibat kekalahan bertubi-tubi itu. Tujuh abad
kemudian, dengan armada laut pula Muhammad Al-
Fatih membebaskan Konstantinopel yang sudah
terlalu lama terkepung dan kesepian.
Peradaban adalah sebuah narasi besar. Tapi para
mujahid itu telah mengubah narasi besar itu menjadi
kapasitas besar. Maka mereka mengembangkan
teknologi jihad untuk mengimbangi narasi besar
mereka. Teknologi berkembang mengikuti semangat
jihad mereka. Dan bukan hanya ketika ada teknologi
baru mereka berjihad. Mereka adalah para mujahid
pembelajar. Lalu, takdir sejarah mempertemukan dua
kekuatan dahsyat itu; narasi peradaban untuk
generasi penakluk. Jadi kalau kamu punya cita-cita
besar, kamu harus menjadi pembelajar cepat.
Pembelajaran niscaya akan mengubahmu menjadi
penakluk. [ Anis Matta, sumber : Serial
Pembelajaran, Majalah Tarbawi]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar