Selasa, 14 Agustus 2012

Merubah Mindset!

Saya punya 1 halaqah yang terdiri dan anak-anak
LIPIA, Mereka datangnya dari kampung, dari
pesantren semuanya. Saya tahu mereka ini
membawa background, di backmindnya itu ada
psikologi orang kampung yang tidak pernah
bermimpi menjadi orang kaya. Saya tanya kamu
nanti setelah selesai dari LIPIA mau kemana? Mereka
bilang Insya Allah kita mau pulang ke kampung
mengajar di Ma’had, mengajar Bahasa Arab, Suatu
hari saya ajak mereka, hari ini tidak ada liqa’, tapi
saya tunggu kalian di Hotel Mulia.
Saya ada di suatu tempat dan mereka tidak melihat
saya. Saya suruh mereka berdiri saja di lobby. Mereka
datang pakai ransel karena mahasiswa datang pakai
ransel, diperiksa lama oleh security. Karena
penampilannya sebagai orang miskin dicurigai
membawa bom. Saya lihat dari atas. Itu masalah
strata, kalau antum datang pakai jas dan dasi tidak
ada yang periksa antum di situ, karena yang datang
pakai ransel tampang kumuh. Kemudian mereka
bertanya di mana antum ustadz, saya bilang antum
tunggu saja di situ. Saya dekat dengan mereka tapi
mereka tidak melihat, saya hanya memperhatikan
apa yang mereka lakukan. Kira-kira 2 jam mereka
saya suruh di situ, mondar-mandir di lobby. Minggu
depan saya tanya apa yang antum lihat disana. Orang
lalu lalang, jawab mereka.
Saya tanya, pertama, apakah ada satu orang yang
lalu lalang yang antum lihat yang mukanya jelek, dia
bilang tidak ada. Semuanya ganteng-ganteng
semuanya cantik-cantik. Jadi ada korelasi antara
wajah dan kekayaan, Makin kaya seseorang makin
baik wajahnya. Kedua, ada tidak yang memakai
pakaian yang tidak rapi kecuali antum. Dia bilang
tidak ada, semuanya rapi. Jadi dengan latihan seperti
ini pikirannya sedikit mulai terbuka. Karena ia
membawa bibit dalam pikirannya untuk menjadi
orang miskin. Sekarang alhamdulillah mereka bertiga
sekarang ini sedang kuliah di Ul ambil S2 Ekonomi
Islam.
Ikhwah sekalian jadi kita perbaiki insting kita.
Pertama kali kita perbaiki tsaqafah kita. Jadi hadirkan
buku-buku itu ke dalam rumah dan mulai dari
sekarang anak-anak kita juga mulai diajari tentang
uang. Ikutilah kursus-kursus tentang
enterpreneurship supaya kita dapat memperbaiki
dulu citra kita tentang uang.
Kedua, menyiapkan diri untuk menjadi kaya .
Orang-orang kaya yang bijak itu mempunyai nasehat
yang bagus, mereka mengatakan “sebelum Anda
menjadi kaya latihanlah terlebih dahulu menjadi
kaya”. Hiduplah dengan hidup gaya orang kaya.
Orang kaya itu optimis. Bagi orang kaya biasanya
tidak ada yang susah. Bagi mereka semuanya
mungkin, karena itu mereka selalu optimis.
Jadi yang harus dihilangkan dari kita itu adalah
pesimis. Saya punya seorang teman sekarang
menjadi kaya, dia datang ke Jakarta hanya sebagai
pelatih karate dan tidak ada duitnya, tapi supaya tidak
ketahuan oleh istrinya bahwa dia tidak punya
pekerjaan, setiap habis sholat subuh dia pergi lari
olahraga, setelah itu dia memakai pakaian rapi lalu
keluar rumah. Dia juga tidak tahu mau kemana yang
penting ke luar rumah. Istrinya tidak tahu kalau dia
tidak punya pekerjaan. Nanti di jalan baru ditentukan
siapa yang dia temui hari ini.
Langkah pertama perbaiki dahulu sirkulasi darah kita,
olahraga dulu, supaya wajah segar makan yang
banyak. Banyaklah makan yang enak, daging. Sering-
sering makan yang enak. Menurut Utsman bin Affan
makanan paling enak itu adalah kambing muda.
Setiap hari mereka makan kambing muda. Makan
yang enak, olah raga yang bagus supaya wajah kita
berseri. Syeikh Muhammad Al-Ghozali dalam kitab
Jaddid Hayataka mengatakan kenapa orang-orang
Barat itu pipinya merah, karena sirkulasi darahnya
bagus, gizinya bagus. Sedangkan kita orang-orang
timur kalau ketemu itu auranya pesimis, tidak ada
harapan.
Biasakanlah kalau orang ketemu kita ada harapan
yang terlihat, makanya kalau pilih warna baju pilihlah
yang cerah-cerah, Ibnu Taimiyah mengatakan ada
hubungan antara madzhab dan batin kita, pakaian
apa yang kita pakai itu mempengaruhi kondisi
kejiwaan kita. Jangan pakai pakaian orang tua. Ada
anak umur 25 tahun pakaiannya pakaian orang tua,
bagaimana nanti kalau umurnya 50 tahun
pakaiannya seperti apa. Tampillah sebagai anak
muda. Cukur rambut yang bagus, cukur kumis yang
rapi janggut dirapikan. Rapi, supaya kita kelihatan ada
optimisms.
Belajarlah sedikit latihan menatap supaya sorotan
mata kita kuat, perlu sedikit latihan menatap.
Misalnya di pagi hari atau sore hari menjelang
matahari terbenam, antum tatap matahari dan tidak
berkedip matanya. Kalau bisa antum bertahan 1
menit itu bagus, Latihan saja sendiri. Di dalam kamar
ambil lilin, matikan lampu, antum tatap itu lilin dan
matanya tidak berkedip dan tidak berair. Nanti kaiau
sudah terbiasa pandangan matanya kuat. Jadi kalau
olahraga teratur, sirkulasi udara bagus, pikiran jadi
segar, tsaqafah kita bertambah mulai memakai
pakaian yang cerah-cerah.
Makanya Rasulullah itu senangnya memakai baju
putih. Jangan pakai yang gelap-gelap atau warna
yang tidak menunjukan semangat hidup. Jangan juga
berpenampilan seperti orang tua. Sekadar untuk
menunjukkan kita ini kelompok orang-orang shaleh
kita pakai baju taqwa, itu pakaian orang Cina,
pakailah baju yang segar agar dapat menunjukkan
bahwa kita ada semangat. Walaupun Anda sudah
berumur pun tetap pakai pakaian yang muda, jangan
berpenampilan tua, Artinya kita harus merendahkan
diri, sebab uban tanpa diundang dia akan datang.
Tadi tidak perlu menua-nuakan diri dengan sekadar
tampil kelihatan dewasa, tua, bijak. Tampillah sebagai
anak muda yang gesit dan optimis.
Ketiga, bergaullah dengan orang-orang kaya,
perbanyak teman-teman antum dan kalangan
tersebut. Ini tidak bertentangan dengan hadits yang
mengatakan dalam bab rezeki lihatlah kepada yang
dibawah dan jangan lihat kepada yang di atas. Antum
tidak sedang tamak ke hartanya, tetapi antum sedang
belajar kepada mereka. Dahulu saya suka ceramah di
kalangan orang-orang kaya. Waktu saya ceramah di
rumahnya Abu Rizal Bakrie yang saat itu sedang
berduit-duitnya, saya duduk dalam 1 karpet, ketika
krismon pada waktu itu, sekretarisnya bilang pada
waktu itu, tahu tidak berapa harga karpet ini. Saya
bilang tidak tahu, saya pikir sejadah biasa. Dia bilang
karpet ini harganya 100 ribu dollar.
Karpet kecil harganya 1,6 M. Waktu saya selesai
ceramah dikasih amplop, amplopnya tipis. Saya
bilang sama sekretarisnya. Ini amplop kembalikan
kepada dia. Bilang sama beliau saya cuma ingin
berkawan dengan dia. Dia belajar agama sama saya,
saya belajar dunia sama dia. Kalau saya terima ini,
nanti saya dianggap ustadz dan dia tidak dengar kata-
kata saya. Saya mau bersahabat dengan dia. Jangan
kasih saya amplop lain kali. Supaya kita bergaul.
Setiap kali saya datang ke kelompok yang pengusaha
kaya itu saya selalu menolak, saya tidak terima ini
saya ingin bergaul dengan bapak, saya ingin jadi
teman.
Alhamdulillah dari situ saya banyak teman dari
kelompok orang-orang kaya, dan kalau datang kita
belajar, saya bertanya sama mereka kenapa begini,
bagaimana caranya, bertanya kita belajar. Memang di
jurusan saya dia belajar dari saya kalau ada yang
perlu didoakan panggil saya, bisa. Tapi kan saya tidak
punya ilmu bikin duit sebelumnya, saya perlu belajar
dari orang yang ahli. Jadi dalam bab itu saya murid,
dalam bab saya dia murid. Jangan karena kita sering
ceramah, terus semua orang kita anggap murid
dalam segala aspek.
Saya bergaul dengan orang-orang kaya dan saya
belajar dengan mereka. Saya belajar bagaimana
caranya bikin duit, bagaimana caranya bikin
perusahaan sama-sama dan saya tidak malu. Bergaul
dengan mereka itu dari sekarang. Jangan tamak pada
hartanya tetapi ambil ilmunya. Jangan minder
bergaul dengan orang kaya seperti itu. Awal lahirnya
reformasi, setelah kalah dalam pemilu 1999, kita
Poros Tengah kumpul di rumahnya Fuad Bawazir.
Semua orang diam, ada Amin Rais, Yusril, semuanya
diam karena main. Karenanya kita semuanya kalah,
tadinya sombong semua.
Pak Amin Rais mengatakan sebelum pemilu, “Nanti
Golkar kita lipat-lipat, kita tekuk-tekuk, kita kuburkan
di masa lalu.” Tidak tahunya Golkar masih di nomor
2. Partainya Pak Amin rendah perolehan suaranya.
Suara umat Islam rendah, Jadi berkumpulah orang-
orang kalah ini selama 2 hari. Waktu itu Pak Amin
sedang dikejar-kejar terus oleh Dubes Amerika untuk
membuat pernyataan bahwa pemenang pemilu
legislatif yang paling layak jadi Presiden, tapi Pak
Amin menghindar. Jadi saya datang ke rumah Pak
Fuad Bawazier, saya bilang Pak Fuad, saya ini bukang
orang politik, saya ini ustadz. Yang saya pelajari
dalam syariat kita ini kalau kita sedang kalah seperti
ini jalan keluarnya adalah i’tikaf.
Kita belajar banyak istighfar, tilawah dan seterusnya.
Jauhi dulu wartawan, mungkin dosa-dosa kita banyak
sehingga kita kalah. Dia bilang bener juga ya. Cuma
kalau kita i’tikaf di Indonesia tetap saja diketahui
wartawan. Kalau begitu kita umrah, Antum ikut ya
dari PKS umrah. 4 orang dari PAN, dari PKS sekitar 3
orang, 4 orang ini naik bisnis first class, sedang kita
dikasih ekonomi. Yang beli tiket dia soalnya. Mau
diprotes bagaimana. Kita cuma dihargai begini,
terima apa adanya dahulu.
Tapi waktu itu kita dengan lugu datang menghadap
Pak Fuad. Saya bilang Pak Fuad berapa harga tiket
First Class. Dia bilang pokoknya 2 kali lipat dari harga
ekonomi. Jadi kalau tiket ekonomi pada waktu itu
1000 dollar harga first class itu sekitar 2000 dollar.
Kenapa kita tidak sama-sama di kelas ekonomi saja,
dan selisihnya kita infaqkan untuk orang miskin. Ini
kan masyarakat kita lagi susah. Dia ketawa dia bilang
ya akhi, nanti ini ana infaq lagi insya Allah untuk
orang faqir, tapi ana tolong dong di first class tidak
mungkin ana turun di kelas bawah.
Kita tidak tahu apa nilai yang berkembang pada orang
kaya, kenyamanan itu adalah nilai pada mereka.
Mereka menghemat energi, tenaga. Dan, angka besar
pada kita itu angka kecil bagi mereka. Uang 1 milyar
2 milyar itu uang jajan. Kalau kita, belum tentu
punya tabungan sampai mati sejumlah itu. Itu
masalah cita rasa. Cita rasa pada orang kaya itu
berbeda. Ini yang kita pelajari, yang dianggap besar
oleh mereka itu adalah ini. Dengan begitu kita
menjiplak sedikit emosinya.
Karena dalam pergaulan itu, kalau kita bergaul
dengan seseorang itu, kalau bukan api dia parfum,
Kalau dia parfum dia menyebarkan wangi, kalau dia
api menyebarkan panas, Orang jahat itu api, kalau
anturn dekat-dekat akan menyebarkan panas. Orang
baik itu parfum, kalau antum dekat-dekat setidak-
tidaknya bau badan kita tertutupi oleh parfum
tersebut. Jadi ikut-ikut karena kita ingin perbaiki
selera. Jadi antum kalau punya waktu-waktu kosong
jalang-jalanlah ke mall, lihat-lihat orang kaya tidak
usah belanja, liha-lihat saja dulu, memperbaiki
selera. Datang ke showroom mobil, datang ke
pameran mobil, lihat-lihat pegang-pegang. Rajinlah
berdo’a. Bergaullah dengan orang kaya.
Selain itu, rajinlah berinfaq walaupun kita miskin .
Gunanya apa? Supaya antum tetap mengganggap
uang itu kecil dan supaya tidak ada angka besar
dalam fikiran kita. Misalnya kita punya tabungan 10
juta, infaqkan. Supaya antum meneguhkan, mesti
ada yang lebih besar dari ini. Jadi angka itu terus
bertambah di kepala kita, walaupun dalam
kenyataannya belum. Tetapi dengan berinfaq seperti
itu, kita memperbaiki cita rasa kita tentang angka.
Bukan sekadar dapat pahala tetapi efek tarbawinya
bagi kita akan bertambah terus. Kita belum pernah
merasakan bagaimana menginfaqkan mobil, sekali
waktu kita berusaha untuk menginfaqkan mobil.
Begitu antum punya uang sedikit terus berinfaq,
terus seperti itu kita latih sambil menjaga jarak. Kita
membuat sirkulasi jadi bagus.
Kelima adalah mulailah melakukan bisnis real .
Terjun ke dalam bisnis secara langsung. Karena
Rasulullah SAW mengatakan 9 per 10 rezeki itu ada
dalam perdagangan. Saya juga ingin menasehati
ikhwah-ikhwah yang sudah jadi anggota DPR dan
DPRD, jangan mengandalkan mata pencaharian dari
gaji DPR dan DPRD. Itu bahaya. Sebab belum tentu
kader-kader di Riau ini nanti masih menginginkan
Pak Khairul untuk periode selanjutnya. Belum tentu
juga jama’ah menunjuk kita lagi sebagai anggota
dewan, padahal gaya hidup sudah berubah. Anak-
anak kita kalau kenalan dengan orang, bapak saya
anggota dewan padahal itu hanya sirkulasi. Jadi setiap
kali kita mendapatkan pendapatan dari gaji karena
pekerjaan seperti ini, kita-harus hati-hati itu bahaya.
Jadi pendapatan paling bagus itu tetap dari bisnis.
Oleh karena itu, mulai sekarang itu belajarlah terjun
ke dunia bisnis.
Jatuh bangun waktu bisnis tidak ada masalah, terus
saja belajar. Tidak ada juga orang langsung jadi kaya.
Yang antum perlu terus berbisnis. Begitu juga dengan
para ustadz, teruslah bisnis. Begitu juga dengan
seluruh pengurus DPW-DPD dan seterusnya. Teruslah
berbisnis. Lakukan bisnis sendiri. Sesibuk-sibuknya
kita, kita perlu mempunyai bisnis sendiri sekecil-
kecilnya. Tidak boleh tidak. Itulah sumber rezeki yang
sebenarnya.
Kalau antum mau kaya sumbernya adalah dagang.
Rezeki itu datangnya dari 20 pintu, 19 pintu
datangnya dari pedagang dan hanya 1 pintu untuk
yang bekerja dengan keterampilan tangannya, yaitu
para professional. Misalnya akuntan itu kan
professional, pekerja pintar, tapi kalau sumber
rezekinya satu makanya uangnya terbatas. DPR juga
begitu sumbernya satu, yakni gaji bulanan, itu hanya
5 tahun. Itu pun kalau tidak di PAW sebelumnya. Jadi
kalau saya ketemu dengan ikhwah dari dewan, hari-
hati jangan sampai mengandalkan mata pencaharian
dari situ. Selain itu potongan dari DPP, DPW, DPD
juga besar. Untuk ma’isyah sendiri kita harus cari di
sumber lain.
Waktu kita terjun ke bisnis, kita pasti gagal. Gagal
pertama, gagal kedua, gagal ketiga, gagal keempat
tapi teruslah jangan pernah putus asa. Saya punya
partner bisnis. Dia mulai bisnis umur 16 tahun,
semua jenis pekerjaan sudah dia lakukan. Pada suatu
waktu dia mempunyai 38 perusahaan tapi dari 38
perusahaan ini hanya 6 yang menghasilkan uang,
Kita lihat berapa ruginya. Jadi seringkali kita salah
pandang terhadap orang kaya. Kita pikir tangannya
tangan dingin semua yang disentuh jadi uang.
Ternyata tidak juga.
Jadi hal-hal seperti itu harus kita hadapi secara wajar
jangan shock kalau rugi. Jangan berfikir dengan
berdagang antum akan cepat jadi kaya, yang
menentukan antum cepat berhasil dalam dagang itu
adalah secepat apa antum belajar. Cara belajar itu
ada dua: baca buku atau sekolah atau bergaul
dengan orang-orang sukses, nanti kalau sudah baca
buku sudah bergaul dengan orang sukses, masih
gagal juga. Teruslah berdagang, teruslah-bergaul,
teruslah seperti itu karena setiap orang tidak tahu
kapan saatnya dia ketemu dengan momentum
lompatannya.


anismata,lc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar