Rabu, 22 Agustus 2012

Iman yg tinggi

zaman sekarang, banyak orang yang tidak menyadari
harga atau nilai keimanan. Disadari atau tidak, orang
mudah merusak dan bahkan membuang imannya dari
dalam diri hanya karena berharap sedikit kenikmatan
dunia. Akhirnya ia menggadaikan iman dengan kufur,
petunjuk dengan hidayah dan meperdagangkan akhirat
dengan dunia. Pola hidup manusia seperti itu disebut
Allah sebagai orang yang menukar yang mahal dengan
yang murah atau yang banyak dengan yang sedikit dan
ampunan (syurga) dengan azab (neraka). Allah
menjelaskannya :
َﻚِﺌَﻟﻭُﺃ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ﺍُﻭَﺮَﺘْﺷﺍ َﺔَﻟﺎَﻠَّﻀﻟﺍ ﻯَﺪُﻬْﻟﺎِﺑ َﺏﺍَﺬَﻌْﻟﺍَﻭ ِﺓَﺮِﻔْﻐَﻤْﻟﺎِﺑ ﺎَﻤَﻓ
ْﻢُﻫَﺮَﺒْﺻَﺃ ﻰَﻠَﻋ ِﺭﺎَّﻨﻟﺍ 175) )
Mereka itu adalah orang-orang yang membeli kesesatan
dengan hidayah dan azab dengan ampunan. Maka
alangkah beraninya mereka menentang api neraka!
(QS. Al-baqarah : 175).
Kaum Muslimin rahimakumullah
Nikmat iman yang telah Allah anugerahkan kepada kita
harus kita syukuri. Caranya ialah dengan menjaganya
baik-baik dalam diri kita. Kendati kondisi iman itu bisa
naik dan bisa turun, namun kita harus berupaya
maksimal agar iman itu tetap kokoh dan kuat dalam
lubuk hati kita.
Agar iman itu tetap kokoh dalam diri, kita harus
memahami betapa besarnya nilai iman iitu. Orang-
orang yang sudah menyadari nilai iman, pasti ia akan
menjaganya dengan baik dan maksimal, sampai ia
merasakan lezat dan manisnya. Kalau sudah dirasakan
lezat dan manisnya iman, maka saat itulah seorang
Mukmin sampai ke puncak keimanannya. Setelah itu, ia
akan merasakan betapa besarnya peran iman dalm
kehidupan, baik saat mendapat kebaikan dan
kemudahan hidup maupun saat menghadapi berbagai
kesulitan hidup.
Orang yang sudah sampai ke puncak keimanan, warna
kehidupan yang beragam ini ia rasakan sama saja.
Karena jiwanya stabil, baik dalam mendapatkan
berbagai nikmat maupun saat menghadai berbagai
cobaan dan kesulitan. Saat ia mendapat kebaikan, ia
dengan mudah bisa bersyukur. Begitu pula saat
menghadapi berbagai persoalan dan kesulitan hidup ia
mampu melewati dan menjalaninya dengan penuh
kesabaran.
Orang yang sudah mencapai puncak keimanan kepada
Allah tidak akan pe
rnah merasakan beratnya perintah Allah, sebesar dan
seberat apapun perintah itu. Orang yang sampai ke
puncak keimanan tidak akan pernah ragu sedikitpun
meninggalkan larangan Allah, sekecil apapun larangan
itu. Orang yang sampai ke puncak keimanan kepada
Allah tidak akan pernah ragu sedikitpun pada janji
Allah, baik janji di dunia maupun janji akhirat-Nya.
Orang yang sampai ke puncak keimanan kepada Allah
tidak akan pernah menggeser orientasi hidupnya
kepada selain Alllah walau hanya seinci. Shalat, ibadah,
hidup dan matinya ia persembahkan hanya kepada
Allah, bukan kepada yang lain, kendati ia diberi
kesempatan memperoleh dunia dan seisinya. Seluruh
perkatan, perbuatan dan aktivitas hidupnya hanya
dengan niat untuk Allah, berdasarkan petunjuk Allah
dan Rasul-Nya; sedikitpun tidak ada rasa berat dan kesal
di dalam dirinya dan ia pasrah dan menyerah total
terhadap semua keputusan dan pilihan Allah dan
Rasulnya.
Itulah sikap hidup orang yang sudah sampai kepada
puncak keimanannya kepada Allah seperti yang
dijelaskan dalam Al-Qur’an :
ﺎَﻠَﻓ َﻚِّﺑَﺭَﻭ ﺎَﻟ َﻥﻮُﻨِﻣْﺆُﻳ ﻰَّﺘَﺣ َﻙﻮُﻤِّﻜَﺤُﻳ ﺎَﻤﻴِﻓ َﺮَﺠَﺷ ْﻢُﻬَﻨْﻴَﺑ َّﻢُﺛ ﺎَﻟ
ﺍﻭُﺪِﺠَﻳ ﻲِﻓ ْﻢِﻬِﺴُﻔْﻧَﺃ ﺎًﺟَﺮَﺣ ﺎَّﻤِﻣ َﺖْﻴَﻀَﻗ ﺍﻮُﻤِّﻠَﺴُﻳَﻭ ﺎًﻤﻴِﻠْﺴَﺗ
Maka demi Rabb (Tuhan pencipta)-mu, mereka belum
beriman sampai mereka menjadikan engkau
(Muhammad) sebagai hakim yang memutuskan semua
perkara yang muncul di antara mereka. Kemudian
mereka tidak memdapatkan keberatan sedikitpun dalam
diri mereka atas keputusan tersebut dan mereka
menyerahkannya secara total. (QS. Annisa’ : 65)
Kaum Muslimin rahimakumullah
Orang yang sampai ke puncak keimanan, tidak tergoda
sedikitpun oleh gemerlap kehidupan dunia kendati
ditawarkan padanya dunia dan seisinya, karena ia sadar
betul orientasi hidupnya adalah kemenangan akhirat
yang maha dahsyat yang dijanjikan Allah kepadanya :
َﻚْﻠِﺗ ُﺩﻭُﺪُﺣ ِﻪَّﻠﻟﺍ ْﻦَﻣَﻭ ِﻊِﻄُﻳ َﻪَّﻠﻟﺍ ُﻪَﻟﻮُﺳَﺭَﻭ ُﻪْﻠِﺧْﺪُﻳ ٍﺕﺎَّﻨَﺟ ﻱِﺮْﺠَﺗ ْﻦِﻣ
ﺎَﻬِﺘْﺤَﺗ ُﺭﺎَﻬْﻧَﺄْﻟﺍ َﻦﻳِﺪِﻟﺎَﺧ ﺎَﻬﻴِﻓ َﻚِﻟَﺫَﻭ ُﺯْﻮَﻔْﻟﺍ ُﻢﻴِﻈَﻌْﻟﺍ
Itulah batas-batas hukum Allah. Dan siapa yang
mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka Dia akan
memasukkannya ke dalam syurga yang mengalir dari
bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya dan
yang demikian itulah kesuksesan yang amat besar
(tanpa batas) (QS. Annisa’ : 13)
Bila demikian halnya bagi orang yang sudah merasakan
lezat dan manisnya iman sebagai bukti ia sampai ke
puncak keimanan, timbul pertanyaan : Bagaimana cara
atau apa kiat untuk merasakan lezat dan manisnya
iman itu? Jawabanya ialah seperti apa yang disabdakan
baginda Rasul Muhammad Saw, seperti yang dituliskan
imam Bukhari dalam kitab Shahehnya:
ٌﺙﺎَﻠَﺛ ْﻦَﻣ َّﻦُﻛ ِﻪﻴِﻓ َﺪَﺟَﻭ َﺓَﻭﺎَﻠَﺣ ِﻥﺎَﻤﻳِﺈْﻟﺍ ْﻥَﺃ َﻥﻮُﻜَﻳ ُﻪَّﻠﻟﺍ ُﻪُﻟﻮُﺳَﺭَﻭ َّﺐَﺣَﺃ
ِﻪْﻴَﻟِﺇ ﺎَّﻤِﻣ ﺎَﻤُﻫﺍَﻮِﺳ ْﻥَﺃَﻭ َّﺐِﺤُﻳ َﺀْﺮَﻤْﻟﺍ ﺎَﻟ ُﻪُّﺒِﺤُﻳ ﺎَّﻟِﺇ ِﻪَّﻠِﻟ ْﻥَﺃَﻭ َﻩَﺮْﻜَﻳ ْﻥَﺃ
َﺩﻮُﻌَﻳ ﻲِﻓ
ِﺮْﻔُﻜْﻟﺍ ﺎَﻤَﻛ ُﻩَﺮْﻜَﻳ ْﻥَﺃ َﻑَﺬْﻘُﻳ ﻲِﻓ ِﺭﺎَّﻨﻟﺍ
Ada tiga perkara bila ketiganya ada dalam diri seseorang
maka ia akan merasakan manisnya iman. 1) Bahwa
Allah dan rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya.
2) Dia mencintai seseorang hanya karena Allah Ta’la.
Dan 3) Dia benci untuk kembali kepada kekufuran (baik
I’tiqodi, hukum, akhlak ibadah dan sebagainya)
sebagaimana ia benci dilemparkan ke dalam neraka.
(H.R. Imam Bukhari).
Kaum Muslimin rahimakumullah
Dari hadis tersebut dapat kita simpulkan sebagai
berikut :
1. Allah dan Rasul Muhammad Saw. harus lebih kita
cintai dari diri kita sendiri dan bahkan dari dunia dan
seisinya. Caranya tidak lain kecuali dengan mentaati
semua perintah dan menjauhi semua larangan Allah
dan Rasul-Nya. Kita lakukan semua itu hanya dengan
niat ikhlas kepada Allah dan ittiba’ (mengikuti)
Rasulullah. Mentaati Allah dan Rasul-Nya adalah inti
ibadah kepada Allah.
2. Membangun hubungan, komunikasi dan kerjasama
dengan saudara seiman haruslah dilandasi iman
kepada Allah dan di atas cinta karena Allah. Bukan
untuk mendapatkan kepentingan duniawi, melainkan
mendapatkan ridha dan cinta Allah. Inilah hubungan
yang lurus dan abadi dan ia akan berkekalan sampai
akhirat nanti sebagaimana yang Allah firmankan :
ُﺀﺎَّﻠِﺧَﺄْﻟﺍ ٍﺬِﺌَﻣْﻮَﻳ ْﻢُﻬُﻀْﻌَﺑ ٍﺾْﻌَﺒِﻟ ٌّﻭُﺪَﻋ ﺎَّﻟِﺇ َﻦﻴِﻘَّﺘُﻤْﻟﺍ
Orang-orang yang bersahabat dekat (di dunia) pada
hari itu (kiamat) sebagian mereka akan menjadi musuh
bagi
sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertaqwa.
(QS. Az-Zukhruf : 67)
3. Kita harus membenci kekufuran apapun bentuknya.
Apakah kufur i’tiqodi (keyakinan dan keimanan), kufur
tasyri’i (kufur sistem dan perundang-undangan), kufur
ta’abbudi (kufur dalam betuk ibadah) maupun kufur
akhalqi wa taqlidi (kufur moral dan tradisi). Masalah
kebencian ini adalah urusan hati. Jika hati belum
membenci kekufuran-kekufuran tersebut, sudah dapat
dipastikan hati kita belum dapat merasakan lezat dan
manisnya iman. Karena antara kufur dan iman adalah
dua hal yang berbeda dan bertentangan. Tidak mungkin
hati kita bisa menerima atau mencintai keduanya. Hati
kita akan memilih satu di antara keduanya.
Orang yang sudah merasakan lezat dan manisnya iman,
pasti dalam waktu yang bersamaan ia membenci
kekufuran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar