Selasa, 14 Agustus 2012

Pemikiran salafi "wahabi"

Yang
dimaksud
dengan
"Pemikiran
Salafi" di sini
ialah kerangka
berpikir
(manhaj fikri)
yang
tercermin
dalam
pemahaman
generasi
terbaik dari
ummat ini.
Yakni para
Sahabat dan
orang-orang
yang
mengikuti mereka dengan setia, dengan
mempedomani hidayah Al-Qur'an dan tuntunan Nabi
SAW.
Kriteria Manhaj Salafi yang Benar Yaitu suatu manhaj
yang secara global berpijak pada prinsip berikut :
Berpegang pada nash-nash yang ma'shum (suci),
bukan kepada pendapat para ahli atau tokoh.
Mengembalikan masalah-masalah
"mutasyabihat" (yang kurang jelas) kepada masalah
"muhkamat"
(yang pasti dan tegas).
Dan mengembalikan masalah yang zhanni kepada
yang qath'i.
Memahami kasus-kasus furu' (kecil) dan juz'i (tidak
prinsipil), dalam kerangka prinsip dan masalah
fundamental.
Menyerukan "Ijtihad" dan pembaruan. Memerangi
"Taqlid" dan kebekuan.
Mengajak untuk ber-iltizam (memegang teguh)
akhlak Islamiah, bukan meniru trend.
Dalam masalah fiqh, berorientasi pada "kemudahan"
bukan "mempersulit".
Dalam hal bimbingan dan penyuluhan, lebih
memberikan motivasi, bukan menakut-nakuti.
Dalam bidang aqidah, lebih menekankan penanaman
keyakinan, bukan dengan perdebatan.
Dalam masalah Ibadah, lebih mementingkan jiwa
ibadah, bukan formalitasnya.
Menekankan sikap "ittiba'" (mengikuti) dalam
masalah agama. Dan menanamkan semangat
"ikhtira'"
(kreasi dan daya cipta) dalam masalah kehidupan
duniawi.
Inilah inti "manhaj salafi" yang merupakan khas
mereka. Dengan manhaj inilah dibinanya generasi
Islam
terbaik, dari segi teori dan praktek. Sehingga mereka
mendapat pujian langsung dari Allah di dalam
Al-Qur'an dan Hadits-Hadits Nabi serta dibuktikan
kebenarannya oleh sejarah. Merekalah yang telah
berhasil mentransfer Al-Qur'an kepada generasi
sesudah mereka. Menghafal Sunnah. Mempelopori
berbagai
kemenangan (futuh). Menyebarluaskan keadilan dan
keluhuran (ihsan). Mendirikan "negara ilmu dan
Iman".
Membangun peradaban robbani yang manusiawi,
bermoral dan mendunia. Sampai sekarang masih
tercatat
dalam sejarah.
Citra "Salafiah" Dirusak oleh Pihak yang Pro dan
Kontra
Istilah "Salafiah" telah dirusak citranya oleh kalangan
yang pro dan kontra terhadap "salafiah". Orang-
orang
yang pro-salafiah - baik yang sementara ini dianggap
orang dan menamakan dirinya demikian, atau yang
sebagian besar mereka benar-benar salafiyah - telah
membatasinya dalam skop formalitas dan
kontroversial
saja, seperti masalah-masalah tertentu dalam Ilmu
Kalam, Ilmu Fiqh atau Ilmu Tasawuf.
Mereka sangat keras dan garang terhadap orang lain
yang berbeda pendapat dengan mereka dalam
masalah-masalah kecil dan tidak prinsipil ini.
Sehingga memberi kesan bagi sementara orang
bahwa manhaj Salaf adalah metoda "debat" dan
"polemik", bukan manhaj konstruktif dan praktis. Dan
juga mengesankan bahwa yang dimaksud dengan
"Salafiah" ialah mempersoalkan yang kecil-kecil
dengan mengorbankan hal-hal yang prinsipil.
Mempermasalahkan khilafiah dengan mengabaikan
masalah-masalah yang disepakati. Mementingkan
formalitas dan kulit dengan melupakan inti dan jiwa.
Sedangkan pihak yang kontra-salafiah menuduh
faham ini "terbelakang", senantiasa menoleh ke
belakang,
tidak pernah menatap ke depan. Faham Salafiah,
menurut mereka, tidak menaruh perhatian terhadap
masa
kini dan masa depan. Sangat fanatis terhadap
pendapat sendiri, tidak mau mendengar suara orang
lain.
Salafiah identik dengan anti pembaruan, mematikan
kreatifitas dan daya cipta. Serta tidak mengenal
moderat
dan pertengahan.
Sebenarnya tuduhan-tuduhan ini merusak citra
salafiah yang hakiki dan penyeru-penyerunya yang
asli.
Barangkali tokoh yang paling menonjol dalam
mendakwahkan "salafiah" dan membelanya mati-
matian pda
masa lampau ialah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
beserta muridnya Imam Ibnul-Qoyyim. Mereka inilah
orang
yang paling pantas mewakili gerakan"pembaruan
Islam" pada masa mereka. Karena pembaruan yang
mereka lakukan benar-benar mencakup seluruh
disiplin ilmu Islam.
Mereka telah menumpas faham "taqlid", "fanatisme
madzhab" fiqh dan ilmu kalam yang sempat
mendominasi
dan mengekang pemikiran Islam selama beberapa
abad. Namun, di samping kegarangan mereka dalam
membasmi "ashobiyah madzhabiyah" ini, mereka
tetap menghargai para Imam Madzhab dan
memberikan
hak-hak mereka untuk dihormati. Hal itu jelas terlihat
dalam risalah "Raf'l - malaam 'anil - A'immatil A'lam"
karya Ibnu Taimiyah.
Demikian gencar serangan mereka terhadap
"tasawuf" karena penyimpangan-penyimpangan
pemikiran dan
aqidah yang menyebar di dalamnya. Khususnya di
tangan pendiri madzhab "Al-Hulul Wal-Ittihad"
(penyatuan). Dan penyelewengan perilaku yang
dilakukan para orang jahil dan yang
menyalahgunakan
"tasawuf" untuk kepentingan pribadinya. Namun,
mereka menyadari tasawuf yang benar (shahih).
Mereka
memuji para pemuka tasawuf yang ikhlas dan
robbani. Bahkan dalam bidang ini, mereka
meninggalkan warisan yang sangat berharga, yang tertuang dalam
dua jilid dari "Majmu' Fatawa" karya besar Imam
Ibnu Taimiyah. Demikian pula dalam beberapa karangan
Ibnu-Qoyyim. Yang termasyhur ialah "Madarijus
Salikin syarah Manazil As-Sairin ila Maqomaat Iyyaka
Na'budu wa Iyyaka Nasta'in", dalam tiga jilid.
Mengikut Manhaj Salaf Bukan Sekedar Ucapan
Mereka Yang pelu saya tekankan di sini, mengikut manhaj
salaf, tidaklah berarti sekedar ucapan-ucapan mereka
dalam masalah-masalah kecil tertentu. Adalah suatu
hal y ang mungkin terjadi, anda mengambil
pendapat-pendapat salaf dalam masalah yang juz'i
(kecil), namun pada hakikatnya anda meninggalkan
manhaj mereka yang universal, integral dan
seimbang. Sebagaimana juga mungkin, anda
memegang teguh
manhaj mereka yang kulli (universal), jiwa dan
tujuan-tujuannya, walaupun anda menyalahi
sebagian
pendapat dan ijtihad mereka.
Inilah sikap saya pribadi terhadap kedua Imam
tersebut, yakni Imam Ibnu Taimiyah dan Ibnul-
Qoyyim. Saya
sangat menghargai manhaj mereka secara global dan
memahaminya. Namun, ini tidak berarti bahwa saya
harus mengambil semua pendapat mereka. Jika saya
melakukan hal itu berarti saya telah terperangkap
dalam
"taqlid" yang baru. Dan berarti telah melanggar
manhaj yang mereka pegang dan perjuangkan
sehingga
mereka disiksa karenanya. Yaitu manhaj "nalar" dan
"mengikuti dalil".
Melihat setiap pendapat secara obyektif, bukan
memandang orangnya. Apa artinya anda protes
orang lain mengikut (taqlid) Imam Abu Hanifah atau
Imam Malik, jika anda sendiri taqlid kepada Ibnu
Taimiyah atau Ibnul-Qoyyim
Juga termasuk menzalimi kedua Imam tersebut,
hanya menyebutkan sisi ilmiah dan pemikiran dari
hidup
mereka dan mengabaikan segi-segi lain yang tidak
kalah penting dengan sisi pertama. Sering terlupakan
sisi
Robbani dari kehidupan Ibnu Taimiyah yang pernah
menuturkan kata-kata: "Aku melewati hari-hari
dalam
hidupku dimana suara hatiku berkata, kalaulah yang
dinikmati ahli syurga itu seperti apa yang kurasakan,
pastilah mereka dalam kehidupan yang bahagia".
Di dalam sel penjara dan penyiksaannya, beliau
pernah mengatakan: "Apa yang hendak dilakukan
musuh
terhadapku? Kehidupan di dalam penjara bagiku
merupakan khalwat (mengasingkan diri dari
kebisingan
dunia), pengasingan bagiku merupakan rekreasi, dan
jika aku dibunuh adalah mati syahid".
Beliau adalah seorang laki-laki robbani yang amat
berperasaan. Demikian pula muridnya Ibnul-Qoyyim.
Ini
dapat dirasakan oleh semua orang yang membaca
kitab-kitabnya dengan hati yang terbuka.
Namun, orang seringkali melupakan, sisi "dakwah"
dan "jihad" dalam kehidupan dua Imam tersebut.
Imam
Ibnu Taimiyah terlibat langsung dalam beberapa
medan pertempuran dan sebagai penggerak.
Kehidupan dua
tokoh itu penuh diwarnai perjuangan dalam
memperbarui Islam. Dijebloskan ke dalam penjara
beberapa
kali. Akhirnya Syaikhul Islam mengakhiri hidupnya di
dalam penjara, pada tahun 728 H. Inilah makna
"Salafiah" yang sesungguhnya.
Bila kita alihkan pandangan ke zaman sekarang, kita
temukan tokoh yang paling menonjol mendakwahkan
"salafiah", dan paling gigih mempertahankannya
lewat artikel, kitab karangan dan majalah pembawa
missi
"salafiah", ialah Imam Muhammad Rasyid Ridha.
Pem-red majalah "Al-Manar' yang selama kurun
waktu tiga
puluh tahun lebih membawa "bendera" salafiah ini,
menulis Tafsir "Al-Manar" dan dimuat dalam majalah
yang
sama, yang telah menyebar ke seluruh pelosok dunia.
Rasyid Ridha adalah seorang
"pembaharu" (mujaddid) Islam pada masanya.
Barangsiapa membaca
"tafsir"nya, sperti : "Al-Wahyu Al-Muhammadi",
"Yusrul-Islam", "Nida' Lil-Jins Al-Lathief", "Al-
Khilafah",
"Muhawarat Al-Mushlih wal-Muqollid" dan sejumlah
kitab dan makalah-makalahnya, akan melihat bahwa
pemikiran tokoh yang satu ini benar-benar
merupakan "Manar" (menara) yang memberi
petunjuk dalam
perjalanan Islam di masa modern. Kehidupan
amalinya merupakan bukti bagi pemikiran
"salafiah"nya.
Beliaulah yang merumuskan sebuah kaidah "emas"
yang terkenal dan belakangan dilanjutkan Imam
Hasan
Al-Banna. Yaitu kaidah :
"Mari kita saling bekerja sama dalam hal-hal yang
kita sepakati. Dan mari kita saling
memaafkan dalam masalah-masalah yang kita
berbeda pendapat."
Betapa indahnya kaidah ini jika dipahami dan
diterapkan oleh mereka yang meng-klaim dirinya
sebagai
"pengikut Salaf".
(disalin dari buku "Aulawiyaat Al Harokah Al
Islamiyah fil Marhalah Al Qodimah" karya Dr.Yusuf Al
Qordhowi, edisi terjemahan Penerbit Usamah Press)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar