Rabu, 15 Agustus 2012

Wajah wajah kebenaran

Menggunakan konteks
untuk memaknai teks
melalui proses rekonstruksi
imajiner merupakan pintu
yang membuka peluang
pemaknaan yang luas. Dari
sini lahir unsur analogi
ketika teks akan dimaknai
kembali pada konteks yang
lain. Yaitu upaya
menurunkan teks ke dalam
dua atau tiga atau lebih
konteks yang berbeda.
Sebab walaupun sejarah kehidupan Rasulullah SAW
merupakan konteks yang legitimate untuk memaknai
teks secara akurat, tetap saja teks itu independen dan
berdiri sendiri serta harus bisa menembus semua
sekat ruang dan waktu.
Independensi teks itu perlu ditegaskan kembali.
Karena itu terkait dengan doktrin tentang keabadian
teks yang mengharuskannya terbebas dari
kekhususan masa tertentu atau ruang tertentu atau
apa yang kita sebut sebagai konteks. Jadi dalam
kerangka pemaknaan itu konteks adalah salah satu
alat bantu yang dapat mengikat makna tertentu pada
teks tapi tidak membatasinya sampai di situ. Itu yang
menjelaskan mengapa ruang pemaknaan menjadi
lebih luas dan memungkinkan munculnya kebenaran
dalam banyak wajah.
Ruang pemaknaan yang luas bukan saja lahir dari
fakta bahwa konteks bukanlah alat bantu tunggal
dalam memaknai teks, tapi juga lahir dari fakta
bahwa teks itu sendiri mempunyai kemampuan
menampung beragam makna atas dirinya sendiri.
Dan semua makna itu menjadi benar karena berada
dalam lingkaran ruang pemaknaan yang telah
disediakan oleh teksnya sendiri. Ini juga ikut
membenarkan mengapa kebenaran itu bisa muncul
dalam wajah yang banyak dan beragam.
Dalam wajah kebenaran yang beragam itu kita dapat
memahami kecenderungan sebagian ulama untuk
memaknai teks dengan menggunakan akal murni
sebagai salah satu alat bantu atau apa yang mereka
sebut sebagai at tafsir bid diroyah. Inilah misalnya
yang dilakukan oleh Al Zamakhsyari atau Abu Hayyan
Al Tauhidi.
Di sini kita menemukan fakta bagaimana teks dan
rasio bertemu secara harmonis. Pertemuan itulah
yang menjelaskan mengapa orang-orang yang
memiliki kedalaman ilmu (al rosikhuun fil 'ilm) ,
selalu memiliki kelapangan dada yang luar biasa pada
waktu yang sama. Teks, rasio dan imajinasi semuanya
menjadi alat bantu yang efektif untuk menemukan
kebenaran dalam berbagai wajahnya. Itu menjadi
mungkin karena ia dikelola dalam bingkai sikap jiwa
yang rendah hati menerima kebenaran dan kesiapan
melaksanakannya dalam kenyataan. Dengan sikap
jiwa begitu mereka berburu makna-makna
kebenaran tanpa dihantui oleh keharusan
memenangkan satu makna atas makna yang lain.
[ Anis Matta, sumber : Serial Pembelajaran Majalah
Tarbawi edisi 237]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar