Rabu, 15 Agustus 2012

Yang tersisa adalah Teks

Wahyu dari langit sudah
terputus ketika Muhammad
SAW menghembuskan nafas
terakhirnya. Tak ada lagi
nabi. Tak ada lagi kitab suci.
Tapi pembelajaran melalui
wahyu tidak berakhir.
Karena ada jaminan Allah
bahwa kitab suci terakhir
itu, Al-Qur’an Al-Karim,
akan menjadi kitab yang
abadi, yang autentitasnya
selamanya akan terjaga, kata dan hurufnya takkan
terjangkau oleh perubahan dan penyimpangan,
kebenaran substansinya akan menembus semua
batas ruang dan waktu hingga kiamat.
Jika sahabat-sahabat yang beriman dan hidup
bersama Muhammad SAW berinteraksi dengan
wahyu secara langsung bersama penerima wahyu,
maka pembelajaran mereka menjadi jauh lebih
mudah dan sempurna. Karena mereka
mendengarkan teks, mendengarkan penjelasan atas
teks, dan yang lebih penting dari itu semua, adalah
melihat contoh hidup yang menerapkan teks itu. Ada
kaidah ada contoh. Ada teori ada praktek. Ada ide ada
gerak. Ada berita ada peristiwa. Ada bunyi ada rupa.
Ada yang terdengar ada yang terlihat. Itu karunia
yang merupakan takdir mereka. Takdir kita mungkin
tidak sebagus mereka. Kita sekarang kehilangan satu
aspek dari proses dan metode pembelajaran itu, yaitu
contoh hidup yang bersanding bersama teks. Tapi
kekurangan itu bisa tertutupi oleh fakta bahwa
semua gerak dan kata contoh hidup tersebut tetap
sampai kepada kita melalui riwayat dan metodologi
periwayatan yang sangat akurat yang tidak pernah
ada dalam sejarah peradaban manapun di dunia.
Sedemikian akuratnya metodologi periwayatan itu,
sehingga jika ia diterapkan, misalnya, pada sejarah
bangsa Yunani, maka semua riwayat tentang Plato
atau Aristoteles atau Socrates, takkan kita percayai
seperti sekarang kita mempercayainya.
Nubuwwah adalah pemberian. Bukan pencapaian.
Bukan karena kita punya otak raksasa maka kita
boleh jadi nabi. Bukan karena kita punya kerajaan
besar maka kita berhak jadi nabi. Bukan karena kita
punya harta segudang maka kita punya alasan jadi
nabi. Jadi begitu kenabian ditutup, maka yang tersisa
dari pengajaran langsung hanya melalui ilham. Tapi
karena ada warisan teks yang sampai pada kita, yaitu
Al-Qur'an dan Hadits, maka pembelajaran langsung
termediasi dengan teks.
Begitulah takdir manusia selanjutnya: mereka harus
bergelut dengan teks untuk menemukan pesan langit
yang bisa membimbing mereka meniti hidup di
bumi. Pergelutan dengan teks itu adalah saat di
mana kita berusaha menemukan alamat kehidupan
di lika liku jalan bumi melalui peta langit. Tertatih
mungkin. Tapi tetap terbimbing. Lelah mungin. Tapi
tetap terarah. Sulitnya tidak lantas membuat kita
putus asa. Mudahnya tidak juga membuat kita lantas
tidak harus menggunakan akal. Tapi begitu kita
menemukan alamatnya, tiba-tiba kita tersadar bahwa
pergulatan dengan teks itu adalah peristiwa
kehidupan yang terlalu dahsyat. Terlalu indah. [ Anis
Matta, sumber : Serial Pembelajaran Majalah Tarbawi
edisi 229]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar