Kamis, 12 Juli 2012

How Islamic are Islamic countries?Sebuah Perdebatan


Sebuah penelitian sosial bertema ”How Islamic are
Islamic Countries” menilai Selandia Baru berada di urutan
pertama negara yang paling islami di antara 208 negara,
diikuti Luksemburg di urutan kedua. Sementara Indonesia
yang mayoritas penduduknya Muslim menempati urutan
ke-140.
Adalah Scheherazade S Rehman dan Hossein Askari dari
The George Washington University yang melakukan
penelitian ini. Hasilnya dipublikasikan dalam Global
Economy Journal (Berkeley Electronic Press, 2010).
Pertanyaan dasarnya adalah seberapa jauh ajaran Islam
dipahami dan memengaruhi perilaku masyarakat Muslim
dalam kehidupan bernegara dan sosial?
“Kehidupan sosial di Jepang lebih mencerminkan nilai-
nilai Islam ketimbang yang mereka jumpai, baik di
Indonesia maupun di Timur Tengah ”
Ajaran dasar Islam yang dijadikan indikator dimaksud
diambil dari Al Quran dan hadis, dikelompokkan menjadi
lima aspek. Pertama, ajaran Islam mengenai hubungan
seseorang dengan Tuhan dan hubungan sesama
manusia. Kedua, sistem ekonomi dan prinsip keadilan
dalam politik serta kehidupan sosial. Ketiga, sistem
perundang-undangan dan pemerintahan. Keempat, hak
asasi manusia dan hak politik. Kelima, ajaran Islam
berkaitan dengan hubungan internasional dan
masyarakat non-Muslim.
Setelah ditentukan indikatornya, lalu diproyeksikan untuk
menimbang kualitas keberislaman 56 negara Muslim yang
menjadi anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang
rata-rata berada di urutan ke-139 dari sebanyak 208
negara yang disurvei.
Pengalaman UIN Jakarta
Kesimpulan penelitian di atas tak jauh berbeda dari
pengalaman dan pengakuan beberapa ustaz dan kiai
sepulang dari Jepang setelah kunjungan selama dua
minggu di Negeri Sakura. Program ini sudah berlangsung
enam tahun atas kerja sama Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, dengan Kedutaan Besar
Jepang di Jakarta.
Para ustaz dan kiai itu difasilitasi untuk melihat dari dekat
kehidupan sosial di sana dan bertemu sejumlah tokoh.
Setiba di Tanah Air, hampir semua mengakui bahwa
kehidupan sosial di Jepang lebih mencerminkan nilai-nilai
Islam ketimbang yang mereka jumpai, baik di Indonesia
maupun di Timur Tengah. Masyarakat terbiasa antre,
menjaga kebersihan, kejujuran, suka menolong, dan nilai-
nilai Islam lain yang justru makin sulit ditemukan di
Indonesia.
Pernyataan serupa pernah dikemukakan Muhammad
Abduh, ulama besar Mesir, setelah berkunjung ke Eropa.
“Saya lebih melihat Islam di Eropa, tetapi kalo orang
Muslim banyak saya temukan di dunia Arab”, katanya.
Kalo saja yang dijadikan indikator penelitian untuk
menimbang keberislaman masyarakat itu ditekankan
pada aspek ritual-individual, saya yakin Indonesia
menduduki peringkat pertama menggeser Selandia Baru.
Jumlah yang pergi haji setiap tahun meningkat, selama
Ramadhan masjid penuh dan pengajian semarak dimana-
mana. Tidak kurang dari 20 stasiun televisi di Indonesia
setiap hari pasti menyiarkan dakwah agama. Terlebih lagi
selama bulan Ramadhan, hotel pun diramaikan oleh
tarawih bersama. Ditambah lagi yang namanya ormas
dan parpol Islam yang terus bermunculan.
Namun, pertanyaan yang kemudian dimunculkan oleh
Rehman dan Askari bukan semarak ritual, melainkan
seberapa jauh ajaran Islam itu membentuk kesalehan
sosial berdasarkan ajaran Al Quran dan Hadis.
Contoh perilaku sosial di Indonesia yang sangat jauh dari
ajaran Islam adalah maraknya korupsi, sistem ekonomi
dengan bunga tinggi, kekayaan tidak merata, persamaan
hak bagi setiap warga Negara untuk memperoleh
pelayanan Negara dan untuk berkembang, serta banyak
aset sosial yang mubazir. Apa yang dikecam ajaran Islam
itu ternyata lebih mudah ditemukan di masyarakat
Muslim ketimbang negara-negara Barat. Kedua peneiliti
itu menyimpulkan:
… it is our belief that most self-declared and labeled
Islamic countries are not conducting their affairs in
accordance with Islamic teachings – at least when it
comes to economic, financial, political, legal, social and
government policies.
Dari 56 negara anggota OKI, yang memperoleh nilai
tertinggi adalah Malaysia (urutan ke-38), Kuwait (48), Uni
Emirat Arab (66), Maroko (119), Arab Saudi (131),
Indonesia (140), Pakistam (147), dan terburuk adalah
Somalia (206). Negara barat yang dinilai mendekati nilai-
nilai Islam adalah Kanada di urutan ke-7, Inggris (8),
Australia (9), dan Amerika Setikat (25).
Sekali lagi, penelitian ini tentu menyisakan banyak
pertanyaan serius yang perlu juga dijawab melalui
penelitian sebanding. Jika masyarakat atau negara Muslim
korup dan represif, apakah kesalahan ini lebih disebabkan
oleh perilaku masyarakatnya atau pada sistem
pemerintahnya? Atau akibat sistem dan kultur pendidikan
Islam yang salah? Namun, satu hal yang pasti, penilitian
ini menyimpulkan bahwa perilaku sosial, ekonomi, dan
politik negara-negara anggota OKI justru berjarak lebih
jauh dari ajaran Islam dibandingkan negara-negara non-
Muslim yang perilakunya lebih Islami.
Semarak dakwah dan ritual
Hasil penelitian ini juga menyisakan pertanyaan besar dan
mendasar: mengapa semarak dakwah dan ritual
keagamaan di Indonesia tidak mampu mengubah perilaku
sosial dan birokrasi sebagaimana yang diajarkan Islam,
yang justru dipraktikkan di negara-negara sekuler?
Tampaknya keberagamaan kita lebih senang di level dan
semarak ritual untuk mengejar kesalehan individual,
tetapi menyepelekan kesalehan sosial. Kalau seorang
Muslim sudah melaksanakan lima rukun Islam – shahadat,
shalat, puasa, zakat, haji – dia sudah merasa sempurna.
Semakin sering berhaji, semakin sempurna dan hebatlah
keislamannya. Padahal misi Rasulullah itu datang untuk
membangun peradaban yang memiliki tiga pilar utama:
kelimuan, ketakwaan, dan akhlak mulia atau integritas.
Hal yang terakhir inilah, menurut Rehman dan Askari,
dunia Islam mengalami krisis.
Sekali lagi, kita boleh setuju atau menolak hasil penelitian
ini dengan cara melakukan penelitian tandingan. Jadi jika
ada pertanyaan:
How Islamic are Islamic Political Parties?, menarik juga
dilakukan penelitian dengan terlebih dahulu membuat
indikator atau standar berdasarkan Al Quran dan Hadis.
Lalu diproyeksikan juga untuk menakar keberislaman
perilaku partai-partai yang mengusung simbol dan
semangat agama dalam perilaku sosialnya. *** (KOMPAS
| Sabtu, 5 November 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar