Selasa, 31 Juli 2012

Kotak cermin pak kiai

i suatu desa ada kyai mbanyol yang luar biasa cerdik
dan pandai, dia mampu berfikir jauh di atas rata-rata
orang desa tersebut , bahkan juga mungkin jauh dari
rata-rata orang kota sekalipun. Saking pintarnya pak kyai
ini, orang desanya menyebut pak kyai ini memilik
ilmu laduni . Salah satu kreativitas pak kyai yang ingin saya
angkat disini adalah kotak ajaibnya – mirip photo
booth yang ada di mal-mal, tetapi keempat sisinya terbuat
dari kaca cermin. Lantas untuk apa kotak cermin ini ?,
ternyata inilah salah satu karyanya yang sangat efektif
untuk membangun karakter para santrinya.

Ketika kotak cermin tersebut pertama kali akan digunakan,
pak kyai mengajarkan tafsir pada para santrinya, yang
dibahas adalah surat Ali ‘Imran 139 “Janganlah kamu
bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
Setelah selesai, seperti biasa pak kyai membuat Quiz : “
Siapa yang dimaksud kamu oleh ayat tadi ? ”. Mayoritas
santri bisa menjawabnya bahwa yang dimaksud “kamu”
adalah orang-orang yang beriman. “ Tetapi masalahnya
adalah siapa orang-orang beriman yang paling tinggi
derajatnya ini – dijaman ini, di tempat ini ? ” lanjut
pertanyaan pak kyai. Para santri saling menoleh satu sama
lain, dan saling menggelengkan kepala – artinya tidak
merasa bahwa merekalah yang seharusnya menjadi orang-
orang beriman yang bisa mencapai derajat paling tinggi itu.
Karena pak kyai sering mengajak guyon para santrinya,
maka pertanyaan yang terakhir ini juga dianggap mereka
sebagai guyon . Lantas hampir serentak mereka menjawab
“Ya pak kyai to yang paling tinggi derajatnya diantara
kami…! ”. Pak kyai menjawab “amin, tentu saya ingin ikut
manjadi orang yang dipanggil ‘kamu’ dalam ayat tadi ,
tetapi demikian juga ribuan orang lain yang merasa diajak
‘bicara’ oleh Allah dan dipanggilnya ‘kamu’ ”.

Sekarang kalian berbaris, masuk kotak satu persatu – kenali
siapa orang-orang yang dipanggil kamu oleh Allah
tersebut. Maka didalam kotak yang keempat dindingnya
terbuat dari kaca – sejauh mata memandang - para santri
hanya melihat ribuan cermin dari wajahnya sendiri. Depan-
belakang, kiri dan kanan ; semuanya hanya cermin dirinya
sendiri.

Setelah semuanya mendapat giliran memasuki kotak
cermin, pak kyai bertanya kembali ke para santrinya :
“Apakah kalian sudah mengenali orang-orangnya, siapa
yang paling tinggi derajatnya tersebut ? ” Para santri
menjawab “ kami pak kyai…! ”, Apa syaratnya ?. Dijawab
serentak pula “kami harus bener-bener menjadi orang yang
beriman”.

Merasa percobaan kotak cerminnya berfungsi dengan baik,
pak kyai sering menggunakan kotak cermin tersebut dalam
berbagai kesempatan. Ketika membahas surat Surat Ali
‘Imran 104 dan 110 pak kyai juga menggunakan kotak
cermin ajaibnya. Begitu seterusnya setiap kali pak kyai
ingin menanamkan pesan yang mendalam yang harus
diemban oleh para santrinya.

Tidak hanya ketika membahas ayat-ayat Al-Qur’an kotak
cermin tersebut digunakan, ketika melihat wc dan tempat
wudhu kotor – pak kyai memanggil seluruh santrinya untuk
baris di lapangan (karena banyaknya santri). Kemudian pak
kyai berpidato : “…hari ini saya masih melihat wc dan
tempat wudhu yang kotor, siapa yang bertanggung jawab
…? ”. Para santri-pun merunduk tidak ada yang berani
menatap pak kyai – kalau lagi serius seperti ini.
Karena nggak ada yang menjawab, maka pak kyai
keluarkan instruksinya : “ sekarang kalian berbaris satu per
satu, antri untuk semua masuk kotak secara bergantian –
temui orang yang paling bertanggung jawab pada
kebersihan tempat ini, tegur dia dengan keras, ingatkan dia
– agar tidak pernah lagi meninggalkan tanggung
jawabnya…”. Sejak saat itu komplek pesantren pak kyai
selalu terjaga kebersihannya, setiap saat ada kotoran sedikit
saja – para santri langsung ingat – bahwa itu bukan tugas
siapa-siapa, itu tugas dia sendiri.

Pada hari wisuda pelepasan para santri, pak kyai-pun tidak
lupa menyampaikan pesan terakhirnya kepada para santri
melalui kotak cerminnya. Ketika dalam pidatonya beliau
menyampaikan serangkaian pertanyaan retorika “…kalian
yang akan terjun ke masyarakat !, kalian akan menjumpai
keterpurukan umat ini, terjajah dari ekonomi, politik dan
pemikiran. Kalian akan melihat rusaknya moral masyarakat
sampai pejabat, korupsi dimana-mana. Kalian akan melihat
kemiskinan, negeri yang hijau-royo-royo ini ternyata belum
berhasil memakmurkan para penghuninya…. Siapa yang
bisa memperbaiki ini ?, siapa yang harus bekerja tanpa
pamrih untuk memperbaiki keadaan yang ada ?, siapa yang
akan berani mengingatkan pejabat yang korup ?, siapa yang
akan memberantas kemiskinan dan kemaksiatan…?,
siapa ?, siapa ? ”.
Berulang terus pertanyaan pak kyai tanpa ada yang berani
menjawabnya, sebagian santri yang baru saja dinyatakan
lulus tersebutpun mulai berbisik satu sama lain “… sudah
deh, pasti masuk kotak lagi kita…! ”. Ternyata betul,
sebelum meninggalkan mimbar – pak kyai mengeluarkan
instruksinya :
“Kalian yang akan terjun ke masyarakat, temui dahulu
orang yang akan bertanggung jawab di setiap ada ketidak
beresan,…ingatkan dia dengan keras agar melaksanakan
tugasnya sebaik mungkin, tidak ada tanggung jawab yang
bisa dilempar ke orang lain, hanya orang yang kalian temui
di dalam kotak tersebutlah yang bertanggung jawab .”
Pelajaran ini ternyata membekas kepada para santri sampai
mereka menjadi orang tua di masyarakat. Sebagaian
diantara mereka setiap kali menemui ketidak beresan di
masyarakat, membaca berita maraknya korupsi di tengah
kemiskinan masal, kejahatan merajalela dlsb. mereka-
mereka ini segera mencari cermin untuk melihat siapa
yang bertanggung jawab, mereka bertanya kepada orang
yang ditemuinya di cermin “apa yang sudah kamu lakukan
dengan tanggung jawabmu ? ”.

Andai saja kotak cermin pak kyai diproduksi secara massal,
kemudian ditaruh di setiap intansi eksekutif, legislative dan
yudikatif. Di setiap tempat-tempat umum yang strategis, di
perusahaan-perusahaan dlsb.dlsb. Maka budaya tanggung
jawab itu akan melekat, berhenti menyalahkan orang lain,
mulai dari diri kita, mulai dari tanggung jawab kita…
Insyaallah.

muhaimin iqbal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar