Senin, 06 Februari 2012

bekerjalah dengan cinta

Wanita paruh baya itu berperawakan
pendek dan sedikit gemuk. Beberapa helai
uban turut menghiasi mahkota kepalanya
yang diikat dengan penjepit rambut.
Namun raut wajah bulat telur itu seakan
tak pernah sekalipun terlihat cemberut. Ia
selalu tampak riang, sehingga
menyembunyikan parasnya yang jelas
telah digurati keriput.
Wanita itu memang tidak terlalu renta,
tetapi kekuatan dan kegesitan di masa
mudanya niscaya telah direnggut usia.
Karenanya, percayakah bahkan dari
dirinya pun akan ada sebuah pelajaran
tentang makna cinta?
* * *
Selalu...
Sabtu adalah hari yang ditunggu. Hari di
mana nafas bisa dihela dengan panjang,
dan sejenak mengistirahatkan raga dari
rentetan kesibukan yang melelahkan.
Saatnya pula untuk menikmati
kebersamaan dengan seisi anggota
keluarga. Sehingga, berbelanja di sebuah
supermarket dekat rumah pun menjadi
hiburan yang tak kalah meluahkan
kebahagiaan.
Namun sepertinya tidak bagi wanita itu.
Bagaikan tak mengenal hari libur, nyaris
setiap waktu sosoknya selalu kutemui di
sekitar kokusai kouryuu kaikan serta
kampus.
Layaknya hari kerja, dikemasnya sampah-
sampah yang berserakan serta dipisahkan
antara yang terbakar dan tidak. Lantas
ditaruhnya pada plastik yang berbeda
warna. Sebentar kemudian diambilnya
kain untuk mengelap kursi dan meja. Tak
lupa, dengan vacuum cleaner
dibersihkannya juga permukaan lantai.
Setelah selesai ia segera beranjak ke
toilet, lalu dengan mengenakan sarung
tangan plastik dibersihkannya bekas
kotoran manusia tersebut tanpa raut
muka jijik.
Ia seperti tak peduli rasa lelah atau letih,
walaupun terlihat pakaian seragam
cleaning service biru mudanya telah basah
bersimbah keringat. Tak juga kepenatan
menyurutkan keramahannya untuk
bertegur sapa dengan siapa saja saat
bertemu muka.
Wanita itu entah siapa namanya. Hanya
dengan panggilan obachan ia biasa
disapa. Saat bersua denganku, juga selalu
disempatkannya bertanya kabar. Bahkan
ia pernah bercerita panjang lebar tentang
anak-anak serta cucunya karena sering
melihatku berjalan-jalan dengan
keluarga. Beberapa kali pula saat usai
kerja kulihat ia sedang berbelanja, masih
lengkap dengan seragam biru mudanya.
Lantas ditaruh barang-barang tersebut
dikeranjang, dan perlahan dikayuhnya
pedal sepeda tua untuk beranjak pulang.
Entahlah, rasanya tak ada perasaan iri
dihatinya saat di hari libur ia ternyata
harus bekerja, sementara aku justru
berleha-leha. Ia bahkan tetap saja
semangat bekerja dengan penuh suka
cita. Begitu pula dengan obachan dan
ojichan lain yang pernah kutemui, mereka
selalu asyik menikmati pekerjaannya.
Mencabut rumput liar di pekarangan
kampus ketika musim panas, menyapu
jalanan dari daun yang berserakan pada
musim gugur, bahkan dengan bersusah
payah turut menyerok tumpukan
bongkahan salju di musim dingin.
Terlihat betapa bergairahnya mereka
ketika memang waktunya harus bekerja.
Gairah dalam bentuk kesungguhan dalam
menekuni apapun jenis pekerjaan, yang
mungkin tak dipandang orang walau
dengan sebelah mata. Karenanya, tak
terdengar ngalor-ngidul obrolan hingga
jam istirahat tiba untuk sejenak
melepaskan lapar dan dahaga. Berselang
satu jam kemudian, mereka akan kembali
sibuk menekuni pekerjaannya. Senantiasa
egitu, dari waktu ke waktu.
Rutinitas mereka mungkin tidaklah
istimewa. Bekerja demi memperoleh
sedikit nafkah atau sekedar
menghabiskan waktu luang, tentu lebih
baik dari bermalas-malasan di rumah.
Terlebih-lebih itu adalah pekerjaan kasar,
bukan kerja kantoran yang
menyenangkan dengan penyejuk atau
pemanas ruangan.
Lalu mengapa mereka selalu saja bekerja
seolah tak pupus oleh lelah? Bahkan
bekerja bagaikan sebuah energi yang tak
kunjung padam, mengalir dalam
pembuluh darah serta menggerakkan
jiwa dan raganya.
Sekejap akupun tepekur, kemudian
mahsyuk merenung...
Dan kulihat ada gairah membara yang
berpendar dari balik kerut-merut kelopak
mata tua itu. Seolah sinar matanya
menyiratkan pesan agar bekerjalah
dengan cinta. Karena bila engkau tiada
sanggup, maka tinggalkanlah. Kemudian
ambil tempat di depan gapura candi
untuk meminta sedekah dari mereka yang
bekerja dengan suka cita. (Kahlil Gibran).
Wallahu a'lamu bish-shawaab.
-Abu Aufa-
Catatan:
- Kokusai kouryuu kaikan: International
House
- Obachan: wanita berumur, setengah tua
- Ojichan: pria berumur, setengah tua
Sumber: Eramuslim.com -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar