Rabu, 22 Februari 2012

Terlanjur bangga. . .

Saya yakin semua kita kenal
dengan sebuah permainan yang
pemenangnya hanya ditentukan
nasib oleh enam sisi dadu. Ya
permainan ular tangga kawan!!
untuk memenangkan
permainan ini anda tak perlu
punya keahlian apa-apa, tak
perlu punya keterampilan apa-
apa, kecuali mampu mengocok
dadu dan melemparkannya,
anda bisa menang, atau juga kalah. Ini benar-benar hanya
untung-untungan. Kadang hanya dengan tiga empat kali
naik tangga, anda sudah ada di lajur teratas, selangkah
menuju finish. Tapi lebih sering kita telah jauh berjalan,
telah lama berputar-putar, bahkan sudah malas rasanya
tangan ini melemparkan dadu, tapi tetap saja kita di situ,
progres kita seperti jalan di tempat, kerja kita hanya naik
tangga dan dan kemudian menuruni badan ular dari ekor
ke kepalanya, tanpa jelas kapan kita akan finish.
Kawan, tanpa kita sadari kadang hidup kita layaknya
seperti permainan ular tangga. Kadang kita merasa sudah
berjalan begitu jauh, sudah menghabiskan begitu banyak
bekal, sudah menguras sekian banyak energi, tapi kita
sebenarnya masih ada di situ atau bahkan kita kembali
mundur. Jalan yang kita tempuh serasa belum mengantar
kita kemana-mana. Kerja yang sudah kita lakukan belum
sedikit jua membawa perubahan.
Tapi yang paling mengenaskan dan perlu dikasihani
adalah mereka yang sudah berjalan jauh, yang sudah
menghabiskan sekian banyak bekal, yang sudah
mengeluarkan sekian besar tenaga, tak pernah sadar
kalau mereka sebenarnya belum kemana-mana. Yang
mereka tahu mereka hanya berjalan dan berjalan.
Layaknya permainan ular tangga tadi, tak sedikitpun
sadar kalau sebenarnya mereka lebih sering menuruni
badan ular daripada meniti anak tangga.
Kawan, jika anda berjalan di suatu medan terbuka dan
anda dipandu oleh peta, maka perhatikan selalu peta
anda untuk memastikan anda tetap laju ke tujuan dan
tidak “mbulet” di tempat yang sama. dalam kenyataannya,
jika anda melenceng satu derajat saja, dan anda telah
berjalan sejauh 10 kilometer, maka dipastikan anda sudah
tersesat sangat jauh. Apa lagi kalau anda berjalan tanpa
peta, tanpa panduan.
Mereka layaknya para pengecut zionis yang merampas
tanah palestina. Sejauh ini mereka merasa masih terus
berjalan, meneruskan perampokan tanah Palestina,
mereka masih merasa terus maju. Tapi sebenarnya
mereka tak pernah sadar, bahwa sebenarnya mereka
mundur, jauh. Kesakitan mental warganya yang kian hari
kian parah namun bersamaan dengan itu mereka sedang
membangun mental-mental yang kian garang pada
warga palestina dan umat islam.
Atau mereka layaknya para islamofobia di Eropa sana.
Yang sampai saat ini mereka masih merasa berjalan maju
untuk mematikan islam di Eropa. melarang adzan,
melarang muslimah berjilbab, melarang mendirikan
masjid, dan makar-makar lainnya. Tapi apa kenyataannya,
mereka sebenarnya mundur, jumlah muslim di Eropa
berlipat-lipat bertambah tiap tahunnya.
Kawan, mari berhenti sejenak, ambil waktu untuk
beristirahat, memeriksa peta kita, mengisi bekal minum
kita. Periksa lagi perjalanan, sudah sampai di mana kita.
Sudah sejauh apa kita berjalan. Sudah sedekat apa kita
dengan tujuan kita. Sudah sebesar apa perubahan yang
pernah kita torehkan. Jangan sampai kita termasuk
orang-orang “yang merasa telah melakukan banyak hal,
tapi sebenarnya belum melakukan apa-apa.” Atau lebih
parah lagi orang-orang “membanggakan kerja yang
dilakukan oleh orang lain“.
Kawan, jangan terlalu lama beristirahat, mari kita
berjalan lagi, mari kita beramal lagi. Jalan kita masih
panjang, samudera tugas membangun peradaban masih
membentang dan HARAPAN ITU MASIH SANGAT ADA sumber: dakwatuna.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar