Jumat, 17 Februari 2012

Pemimpin yang terperangkap pada populisme akan
gagal mengerjakan porsi tugas dalam era
kepemimpinannya karena disorientasi tujuan dari yang
seharusnya pada maslahat bangsa kepada orientasi
pencitraan diri
Jebakan Populisme Bagi Pemimpin

Saya ingin share tentang ilmu lapangan yang saya dapati
dari melihat, mencermati, merasakan termasuk sedikit
terlibat dalam bagaimana setidaknya Negara dikelola.
Saya detik ini meyakini bahwa Negara ini akan sukses
dikelola para pemimpin yang berkarakter leadership, dan
salah satu karakter penting yang saya lihat sangat
dibutuhkan di lapangan adalah pemimpin yang populis
tetapi tidak terperangkap pada populisme. Seorang
pemimpin bangsa dan pejabat public harus populis.
Artinya goal dan orientasi kebijakan dan tindakan yang
diambilnya berorientasi sepenuhnya pada maslahat
bangsa. Sedangkan populisme adalah orientasi kebijakan
dan tindakan adalah agar diterima dan diapresiasi oleh
public bersifat segera dan myopic oriented.
Salah satu jebakan penting di era keterbukaan dan
demokrasi bagi para pemimpin adalah perangkap
populisme ini. Mengapa saya katakan demikian?
Pemimpin yang terperangkap pada populisme akan gagal
mengerjakan porsi tugas dalam era kepemimpinannya
karena disorientasi tujuan dari yang seharusnya pada
maslahat bangsa kepada orientasi pencitraan diri.
Bangsa ini akan maju proses pembangunan jika dilakukan
secara efisien. Kelembagaan Negara dan pasar akan
menjadi efisien dan berdaya saing tinggi jika transaction
cost yang dibebankan kepada para pelaku ekonomi adalah
yang paling rendah ketika berinteraksi dengan lembaga-
lembaga tersebut. Sumber tingginya transcation cost
adalah korupsi. Pemimpin yang populis memberantas
korupsi dalam rangka untuk menghadirkan maslahat
bangsa yakni menghadirkan lembaga-lembaga Negara
dan pasar yang efisien. Sebaliknya pemimpin yang
terperangkap pada populisme akan melakukan
pemberantasan korupsi hanya sekedar untuk diparesiasi
public dan tidak ada implikasi sama sekali terhadap
hadirnya lembaga-lembaga Negara dan pasar yang efisien
tersebut.
Jika motif pemberantasan korupsi karena maslahat
bangsa maka seperti yang direkomendasi oleh pakar
korupsi, anda harus berani melakukan langkah-langkah
besar. Sejahterakan para pegawai secara manusiawi.
Selanjutnya tegakkan Adagium yang dilakukan pemimpin
Cina ketika memulai perang terhadap korupsi “saya telah
siapkan 100 peti mati untuk biangnya koruptor dan 1 peti
untuk saya sendiri jika saya korupsi”. Dan pemberantasan
korupsi diprioritaskan pada target yang mempunyai
implikasi kelembagaan yang besar. Kita sepakat,
pemberantasan korupsi memang harus tebang pilih
karena keterbatasan resource, SDM dan lain-lain. Tetapi
tebang pilih yang berorientasi pada maslahat bangsa itu
adalah ketika prioritas target pemberantasan itu
dilakukan pada “paus dan hiu”nya koruptor. Ketika anda
lakukan prioritas pemberantasan korupsi itu pada
“teri”nya koruptor, sekalipun ratusan bahkan ribuan “teri”
yang berhasil anda tangkap, saya yakinkan anda, anda
hanya sedang berbasa-basi tentang pemberantasan
korupsi dan anda sedang terperangkap dalam populisme
dalam pemberantasan korupsi.
Kalau kita ingin membangun bangsa ini maka harus
banyak melibatkan stake holder di luar pemerintah yang
kita katakan private sector. Tetapi keterlibatan mereka
tidak bisa maksimal karena setelah terhambat oleh
transacsional cost yang tinggi juga karena ketersediaan
infratsruktur yang minim. Betapa banyak investor gagal
masuk hanya karena masalah infrastruktur. Proyek
investasi puluhan miliar dolar batal hadir hanya karena
setelah dilakukan feasibility project infrastruktur yang
sangat minim seperti listrik yang byar-pet, pelabuhan
yang tidak representative, jalan-jalan Negara yang rusak
dan lain-lain.
Pemimpin yang populis berani mengambil tindakan yang
sangat mungkin tidak popular, untuk kasus listrik
misalnya dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir karena pembangkit Listrik tenaga nuklir adalah
yang paling efisien dan paling murah di dunia. Tentu
konsekuensi manajemen pengolahannya juga harus
sangat efisien dan professional.
Populisme dalam era demokrasi sangat mudah terjadi.
Karena pemimpin atau pejabat publik merasa
eksistensinya ada ketika publik senang terhadap dirinya.
Celakanya bangsa dan negara ini ketika seorang
pemimpin berorientasi demikian. Karena banyak
pekerjaan besar yang harus dilakukan pemimpin yang
bahkan menyebabkan ia menjadi tidak populer.
Perangkap populisme mudah terjadi karena seorang
pemimpin atau pejabat publik seperti yang dikatakan oleh
Garry S Backer -seorang ekonom kelembagaan- adalah
sosok yang self interest. Mereka melakukan dan
mengambil kebijakan bukan karena kebijakan tersebut
menguntungkan atau mensejahterakan publik tapi
karena akan menguntungkan dirinya.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar