Jumat, 10 Februari 2012

Rumah seribu cermin

alam cerita rakyat Jepang dikisahkan di suatu desa
terpencil ada sebuah rumah yang disebut Rumah
Seribu Cermin karena banyaknya cermin-cermin
yang ditempel di dinding rumah tersebut. Pada
suatu hari ada anak kecil desa sebelah yang periang
berkunjung ke rumah tersebut, dengan riangnya dia
tersenyum kesana kemari, bernyanyi dan tertawa.
Betapa gembiranya dia ketika memasuki rumah
tersebut dia disambut dengan nyanyian, senyuman
dan tertawanya ribuan anak-anak di cermin – yang
sebenarnya adalah dirinya sendiri. Dalam hatinya
dia berkata, “ wow, ini tempat yang sangat indah,
saya akan sering-sering berkunjung kesini…”.
Di hari yang lain, dari desa yang lain, ada anak kecil
pemarah – yang bisa marah karena alasan apa saja
– bahkan untuk alasan yang sepele sekalipun. Maka
ketika anak kecil pemarah ini berkunjung ke Rumah
Seribu Cermin – tanpa alasan yang jelas – dia lagi-
lagi dalam kondisi marah. Dia memasuki rumah
dengan wajah geram, maka betapa tambah
geramnya dia ketika dia mendapati ribuan wajah
geram lainnya di dalam rumah – yang sebenarnya
juga wajah dia sendiri !. Dalam hatinya dia berkata,
“hah, mengerikan sekali tempat ini, saya tidak akan
mau lagi datang ke sini…”.
Setiap hari kita bertemu dengan ribuan wajah-wajah
ini, di rumah, di jalan, di kantor dan bahkan juga di
pasar-pasar. Seperti apa wajah-wajah yang kita
lihat ?, itulah cermin dari wajah kita sendiri. Kita
sejatinya seperti di dalam ‘Rumah Seribu Cermin’
tadi, bila kita tersenyum – ribuan wajah yang lain
akan tersenyum balik pada kita. Bila kita tunjukkan
wajah bermusuhan, maka ribuan wajah lain ikut
memusuhi kita.
Itulah mengapa salah satu cabang iman dari 70-an
lebih cabang Iman adalah meninggalkan sikap
permusuhan. Orang beriman tidak menunjukkan
wajah permusuhannya pada saudaranya, kalau toh
harus menasihati – dia menasihatinya dengan cara
yang ihsan – bukan permusuhan. Bahkan dalam
hadits Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda “Barang siapa yang bersikap
permusuhan, dia telah memisahkan diri dariku”.
Kita lihat sehari-hari di berita-berita televisi, di
koran-koran dan bahkan juga di tontonan-tontonan
(film, cinetron dlsb) – sikap permusuhan ini yang
dibangun di masyarakat. Sesama muslim diadu,
antar politikus diadu, suami istri diadu, anak ibu
diadu – semua dijadikan tontonan sehari-hari yang
konon laris dengan rating tinggi – makanya
berbagai production house dan stasiun televisi terus
berlomba memproduksi dan menayangkannya.
Bisa kita bayangkan apa jadinya generasi ini dan
juga generasi yang akan datang, bila kita semua
memasuki ‘Rumah Seribu Cermin’ di masyarakat
dengan sikap permusuhan, marah dan sejenisnya –
kita akan selalu melihat ribuan wajah diluar sana
yang sedang memusuhi dan marah dengan kita.
Mungkin inilah salah satu sebabnya, mengapa
begitu mudah terjadi konflik-konflik horizontal di
masyarakat – karena sehari-hari masyarakat
memang 'diajari' untuk membangun sikap
permusuhan dan membangun amarah.
Lantas bagaimana merubahnya ?, bagaimana kita
bisa menjadi anak kecil pertama di atas – yang
memasuki ‘Rumah Seribu Cermin’ masyarakat
dengan wajah yang bersahabat, tersenyum dan
ceria ?. Tidak ada cara lain keculai memulainya dari
diri kita sendiri, ingatlah bahwa ribuan wajah diluar
sana hanyalah cermin dari wajah kita sendiri. Kalau
kita tersenyum dan ceria, mereka juga akan
tersenyum ceria pada kita.
Memulai berbuat baik dari diri kita, walaupun orang
lain (masih) berbuat jahat – ini memang tidak
mudah. Tetapi justru karena tidak mudah inilah,
Allah memuji perjuangan kita bila kita bisa sabar
melakukannya. Setidaknya ada tiga rangkaian ayat
yang saya temukan dimana Allah memuji orang-
orang yang membalas kejahatan dengan kebaikan
ini.
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan.
Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih
baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan
antara dia ada permusuhan seolah-olah telah
menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang
baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang mempunyai
keberuntungan yang besar.” (QS 41 : 34-35).
“Dan orang-orang yang sabar karena mencari
keridaan Tuhannya, mendirikan salat, dan
menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan
kepada mereka, secara sembunyi atau terang-
terangan serta menolak kejahatan dengan
kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat
tempat kesudahan (yang baik),” (QS 13 : 22)
“Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan
kesabaran mereka, dan mereka menolak
kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari
apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka,
mereka nafkahkan.” (Qs 28 ; 54)
Jadi, memang kita harus pandai-pandai bersabar
untuk bisa mempunyai keberuntungan yang besar,
mendapatkan tempat kesudahan yang baik dan
mendapatkan pahala dua kali. Melalui sabar pula
kita akan bisa memasuki ‘Rumah Seribu Cermin’
masyarakat dengan tersenyum ceria, dan ribuan
senyum ceria pula akan kita temui pada wajah-
wajah mereka….InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar