Rabu, 15 Februari 2012

Pengorbanan

Seseorang disebut pahlawan
karena timbangan
kebaikannya jauh
mengalahkan timbangan
keburukannya, karena
kekuatannya mengalahkan
sisi kelemahannya. Jika
engkau mencoba menghitung kesalahan
dan kelebihannya, niscaya engkau
menemui kesalahan dan kelemahannya
itu "tertelan" tertelan oleh kebaikan dan
kekuatnnya.
Akan tetapi, kebaikan dan kekuatan itu
bukanlah untuk dirinya sendiri,
melainkan merupakan rangkaian amal
yang menjadi jasanya bagi kehidupan
masyarakat manusia. Itulah sebabnya
tidak semua orang baik dan kuat
menjadi pahlawan yang dikenang dalam
ingatan kolektif masyarakat atau apa
yang kita sebut sejarah. Hanya apabila
kebaikan dan kekuatan menjelma jadi
matahari yang menerangi kehidupan,
atau purnama yang merubah malam jadi
indah, atau mata air yang
menghilangkan dahaga.
Nilai sosial setiap kita terletak pada apa
yang kita berikan kepada masyarakat,
atau pada kadar manfaat yang dirasakan
masyarakat dari keseluruhan
performance kepribadian kita. Maka,
Rasulullah saw berkata, "Sebak-baik
manusia adalah manusia yang paling
bermanfaat bagi manusia yang lain."
Demikianlah, kita menobatkan
seseorang menjadi pahlawan karena ada
begitu banyak hal yang telah ia berikan
kepada masyarakat. Maka, takdir
seorang pahlawan adalah bahwa ia tidak
pernah hidup dan berpikir dalam lingkup
dirinya sendiri. Ia telah melampaui
batas-batas kebutuhan psikologis dan
biologisnya. Batas-batas kebutuhan itu
bahkan telah hilang dan lebur dalam
batas kebutuhan kolektif masyarakatnya
dimana segenap pikiran dan jiwanya
tercurahkan.
Dalam makna inilah pengorbanan
menemukan dirinya sebagai kata kunci
kepahlawanan seseorang. Di sini ia
betemu dengan pertanggungjawaban,
keberanian, dan kesabaran. Tiga hal
terakhir ini adalah wadah-wadah
kepribadian yang hanya akan
menemukan makna dan fungsi
kepahlawanannya apabila ada
pengorbanan yang mengisi dan
menggerakkannya. Pengorbananlah
yang memberi arti dan fungsi
kepahlawanan bagi sifat-sifat
pertanggungjawaban, keberanian dan
kesabaran.
Maka, keempat makna dan sifat ini: rasa
tanggungjawab keagamaan, semangat
pengorbanan, keberanian jiwa, dan
kesabaran, adalah rangkaian dasar yang
seluruhnya terkandung dalam ayat-ayat
jihad. Dorongannya adalah tanggung
jawab keagamaan (semacam semangat
penyebaran dan pembelaan). Hakikat
dan tabiatnya adalah pengorbanan.
Perisainya keberanian jiwa. Namun,
nafas panjangnya adalah kesabaran.
Maka, benarlah apa yang dikatakan
Sayyid Qutb, "Orang yang hidup bagi
dirinya sendiri akan hidup sebagai orang
kerdil dan mati sebagai orang kerdil.
Akan tetapi, orang yang hidup bagi orang
lain akan hidup sebagai orang besar dan
mati sebagai orang besar."
Kaidah itu tidak saja berlaku bagi
kehidupan individu, tetapi juga
merupakan kaidah universal yang
berlaku bagi komunitas manusia. Syaikh
Arselan, pemikir Muslim asal Syiria, yang
menulis buku Mengapa Kaum Muslimin
Mundur dan Orang Barat Maju
menjelaskan jawabannya dalam kalimat
yang sederhana, "karena," kata Syaikh
Arselan. "orang-orang barat lebih banyak
berkorban daripada kaum Muslimin.
Mereka memberi lebih banyak demi
agama mereka ketimbang apa yang
diberikan kaum Muslimin bagi
agamanya".
Sekarang, mengertilah kita. Dan ketika
ada pertanyaan, "Apakah yang
dibutuhkan untuk menegakkan agama
ini dalam realitas kehidupan?" Maka
jawabnya adalah hadirnya para
pahlawan sejati yang tidak lagi hidup
bagi dirinya sendiri, tetapi hidup bagi
orang lain dan agamanya, serta mau
mengorbankan semua yang ia miliki bagi
agamanya.
Anis Matta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar