Rabu, 15 Februari 2012

Cinta bersemi di pelaminan

Lupakan! Lupakan cinta jiwa
yang tidak akan sampai di
pelaminan. Tidak ada cinta
jiwa tanpa sentuhan fisik.
Semua cinta dari jenis yang
tidak berujung dengan
penyatuan fisik hanya akan mewariskan
penderitaan bagi jiwa. Misalnya yang
dialami Nasr bin Hajjaj di masa Umar bin
Khattab.
Ia pemuda paling ganteng yang ada di
Madinah. Shalih dan kalem. Secara diam-
diam gadis-gadis Madinah
mengidolakannya. Sampai suatu saat
Umar mendengar seorang perempuan
menyebut namanya dalam bait-bait puisi
yang dilantunkan di malam hari. Umar
pun mencari Nasr. Begitu melihatnya,
Umar terpana dan mengatakan,
ketampanannya telah menjadi fitnah
bagi gadis-gadis Madinah. Akhirnya
Umar pun memutuskan untuk
mengirimnya ke Basra.
Disini ia bermukim pada sebuah
keluarga yang hidup bahagia. Celakanya,
Nasr justru cinta pada istri tuan rumah.
Wanita itu juga membalas cintanya.
Suatu saat mereka duduk bertiga
bersama sang suami. Nasr menulis
sesuatu dengan tangannya di atas tanah
yang lalu dijawab oleh seorang istri.
Karena buta huruf, suami yang sudah
curiga itu pun memanggil sahabatnya
untuk membaca tulisan itu. Hasilnya: aku
cinta padamu! Nasr tentu saja malu
kerena ketahuan. Akhirnya ia
meninggalkan keluarga itu dan hidup
sendiri. Tapi cintanya tak hilang. Dia
menderita karenanya. Sampai ia jatuh
sakit dan badannya kurus kering. Suami
perempuan itu pun kasihan dan
menyuruh istrinya untuk mengobati
Nasr. Betapa gembiranya Nasr ketika
perempuan itu datang. Tapi cinta tak
mungkin tersambung ke pelaminan.
Mereka tidak melakukan dosa, memang.
Tapi mereka menderita. Dan Nasr
meninggal setelah itu.
Itu derita panjang dari sebuah cinta yang
tumbuh dilahan yang salah. Tragis
memang. Tapi ia tak kuasa menahan
cintanya. Dan ia membayarnya dengan
penderitaan hingga akhir hayat. Pastilah
cinta yang begitu akan menjadi penyakit.
Sebab cinta yang ini justru menemukan
kekuatannya dengan sentuhan fisik.
Makin intens sentuhan fisiknya, makin
kuat dua jiwa saling tersambung. Maka
ketika sentuhan fisik jadi mustahil, cinta
yang ini hanya akan berkembang jadi
penyakit.
Itu sebabnya Islam memudahkan
seluruh jalan menuju pelaminan. Semua
ditata sesederhana mungkin. Mulai dari
proses perkenalan, pelamaran, hingga,
hingga mahar dan pesta pernikahan.
Jangan ada tradisi yang menghalangi
cinta dari jenis yang ini untuk sampai ke
pelaminan. Tapi mungkin halangannya
bukan tradisi. Juga mungkin tidak selalu
sama dengan kasus Nasr. Kadang-
kadang misalnya, karena cinta tertolak
atau tidak cukup memiliki alasan yang
kuat untuk dilanjutkan dalam sebuah
hubungan jangka panjang yang kokoh.
Apapun situasinya, begitu peluang
menuju pelaminan tertutup, semua cinta
yang ini harus diakhiri. Hanya di sana
cinta yang ini absah untuk tumbuh
bersemi: di singgasana pelaminan.
Anis Matta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar