Kamis, 16 Februari 2012

dan rasul pun menangis

Tangisan bagi seorang Muslim adalah rasa harap dan cemas sebagaimana
diekspresikannya ketika dia berdoa dan berzikir memohon perlindungan Allah SWT. Kita
saksikan tetesan air mata orang-orang saleh pada waktu shalat. Kita saksikan air mata yang
membasahi muka para jamaah haji di Padang Arafah. Dan, memang menangis adalah bagian dari
akhlak yang baik. Dalam Alquran Allah berfirman, “Dan mereka tundukkan dagu dan mukanya
seraya menangis dan mereka bertambah khusyuk.” (QS [17]: 109, [19]: 58).
Ubaid bin Umar dan ‘Atha’ bertanya kepada Siti Aisyah radhiyallahu anha (RA). ”Ceritakanlah kepada
kami hal yang paling menakjubkanmu yang engkau lihat dari Rasulullah SAW.” Kemudian, sambil
terisak Siti Aisyah menjawab, “Kana kullu amrihi ‘ajaba, Sungguh semua ikhwal Rasululullah SAW
sangat menakjubkan.” Siti Aisyah melanjutkan, “Pada suatu malam beliau datang kepadaku
sehingga kulit kami saling bersentuhan. Beliau berbisik, “Ya Khumaira (panggilan Rasulullah
kepada Aisyah, wahai yang bewarna kemerah-merahan), izinkanlah aku beribadah kepada
Tuhanku.”
Maka, beliau meninggalkanku dan mengambil gharibah air untuk berwudhu. Tidak lama setelah
beliau takbir, aku dengar beliau terisak-isak. Dadanya bagaikan terguncang. Rasulullah terus-
menerus menangis, sehingga air matanya membasahi janggut dan bertetesan ke tanah. Rasulullah
larut dalam tangisan sampai dikumandangkan azan Subuh. Dan, Bilal memberi tahu waktu shalat
Subuh telah masuk. Bilal menyaksikan keadaan Nabi yang masih terisak dan dia berkata, “Ya
Rasulullah, mengapa engkau menangis? Padahal, dosa-dosamu telah diampuni Allah. Engkau
adalah kekasih Allah yang paling utama?” kata Bilal. Maka, Rasul menjawab, “Sungguh besar kasih
sayang-Nya, tetapi betapa aku belum menjadi hamba yang bersyukur.”
Abdullah bin as-Syikhir berkata, “Saya datang kepada Rasulullah SAW, sedangkan beliau sedang
shalat maka terdengarlah isak tangis beliau yang bergemuruh di dalam dadanya, bagaikan suara
air mendidih dalam bejana.” (Diriwayatkan oleh Dawud dan Turmudzi).
Dari hadis ini dapat kita ambil hikmah, betapa Nabiyullah Muhammad SAW masih menangis dan
merasakan belum menjadi hamba yang bersyukur. Padahal, beliau adalah hamba yang ma’shum,
yakni bersih dari dosa. Selain itu, Allah SWT juga memuliakannya melebihi siapa pun makhluk
ciptaan-Nya. Rasulullah adalah al-Musthafa (manusia pilihan) yang pertama kali memasuki surga
sebelum yang lain memasukinya.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita telah dijamin masuk surga? Apakah keislaman kita diterima
oleh Allah SWT? Adakah kita masih tetap tertawa dan tidak menangis menghadapi akhirat yang
setia menunggu untuk kita datangi?Ataukah, kita tetap tertawa menikmati dunia yang tidak
pernah setia menemani ketika kita pergi? Apakah kita masih tetap tertawa dan lalai pada
perjalanan akhir, sedangkan dunia itu bakal lenyap dan tenggelam ditelan waktu.
Kenikmatan di dunia ini hanya sesaat dan pasti akan sirna. Mengapa air mata kita enggan
menetes? Apakah hati kita telah beku sehingga mata enggan mengeluarkan air mata ketika
menyaksikan orang-orang kecil sedang kelaparan? Ke manakah nurani kita? Apakah kita sudah
bersyukur dengan yang telah kita raih atau sebaliknya kita makin kufur?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar