Rabu, 08 Februari 2012

muda mudi Islam dan Valentine day


atuna.com – Seiring dengan
maraknya ragam gaya hidup Barat yang
masuk ke dunia Islam. Sebagai salah satu
dampak dari globalisasi dunia. Menyebabkan
banyak remaja muslim di belahan dunia tak
mampu berkutik dibuatnya. Gaya hidup Barat
yang tidak lepas dari glamour serta konsumtif
sebagai cerminan modernitas tersebut,
mampu mengguncang peradaban Islam.
Terutama para remaja muda-mudi. Salah satu
dari budaya Barat yang merasuki remaja
muslim hingga dijadikan trendsetter tersebut
ialah sebuah perayaan yang jatuh pada
tanggal empat belas februari, yang populer
dengan sebutan nama “valentine’s day” atau
“hari kasih sayang”.
Valentine’s day dimaknai dengan kasih sayang
atau hari dimana pasangan kekasih muda-
mudi Barat yang sedang jatuh cinta
mengungkapkan rasa kasih sayang mereka
kepada pasangan masing-masing yang
diekspresikan dengan saling bertukar kado,
coklat, dan bunga mawar, atau yang lebih
populer dengan
bertukar kartu valentine berbentuk hati (love)
yang dihiasi dengan sebuah gambar Copidu (si
bayi kecil bersayap dengan busur lengkap
dengan anak panah di tangan).
Sebagai sebuah perayaan, valentine’s day yang
Jika kita mau menilik lebih jauh tentang asal
muasal dari perayaan ini, maka kita akan
menemukan berbagai versi di dalamnya yang
dapat membuktikan bahwa
perayaan valentine’s day memiliki latar
belakang yang tidak jelas sama sekali. Bahkan
bisa dikatakan hanya berasal dari sebuah
mitos belaka dengan merujuk sebuah nama
martir (Islam=syuhada) yang bernama
valentinus atau santo valentinus yang hari
matinya kebetulan bertepatan pada tanggal
empat belas februari yang kemudian oleh
Paus Gelasius I dijadikan hari perayaan bagi
kaum nasrani. (Silakan adakan riset dengan
prof. Google)
Namun tabiat muda-mudi yang selalu latah
akan kebudayaan Barat (kaum nasrani) yang
jauh dari syariat Islam, Valentine’s Day selalu
menjadi momen tersendiri bagi mereka setiap
tahun-Nya. Dari sekedar mengucapkan
selamat hari valentine sampai ikut langsung
melakoni hal serupa dengan mereka kaum
kafir tersebut.
Hal ini karena sebahagian remaja atau muda-
mudi muslim telah menganggap yang satu ini
sebagai trend masa kini, yang jika tidak ikut
merayakannya bisa dianggap kuno,
ketinggalan zaman, atau kampungan (wong
ndeso). Sebahagian mereka ada yang hanya
ikut-ikutan tanpa mengetahui story
behind perayaan tersebut. Namun tidak
sedikit pula sebahagian mereka sebenarnya
mengetahui kalau Valentine’s Day adalah
budaya non muslim tapi karena alasan gengsi
(jika tidak ikut merayakan) mereka tidak mau
tahu.
Islam sangat melarang umatnya dari
sikap tasyabuh (menyerupai budaya atau gaya
hidup non muslim) baik dari segi ucapan,
tingkah laku, atau cara bermode. Firman Allah
dalam surah Al-Isra’:“Dan janganlah kamu
mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui.
Karena pendengaran, penglihatan, dan hati
nurani, semua itu akan diminta
pertanggungjawabannya. (Al-isra’:36)
Kemudian dalam surah Al-An’am:”Dan jika
kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi
ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari
jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya
persangkaan belaka dan mereka hanyalah
membuat kebohongan. (QS. Al-An’am: 116)
Serta sabda Nabi SAW:” Barang siapa meniru
suatu kaum, dia termasuk kelompok mereka,”
(HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Sangat jelas di muka bahwa
hari Valentine adalah perayaan atau ritual
kaum nasrani, jika kita ikut Merayakannya
berarti kita telah meniru-niru mereka.
Selain tasyabuh, dalam perayaan Valentine’s
Day jika kita saksikan sekarang ini adalah cara
pengekspresian cinta kasih yang dibaluti
dengan Fenomena pacaran, zina, mabuk-
mabukan, serta foya-foya yang intinya terlalu
mengedepankan nafsu syahwat semata. Cara
mengekspresikan cinta kasih inilah yang
sangat bertentangan dengan ajaran Islam jika
kita memandang perayaan ini melalui
perspektif Islam.
Sungguh merupakan sebuah
kekurangcerdasan jika kita sebagai generasi
Islam ikut melestarikan budaya yang sama
sekali tidak memiliki ikatan historis,
emosional, dan religius sedikit pun dengan
ajaran Islam. Keikutsertaan kita dalam
perayaan yang identik dengan hura-hura dan
maksiat ini merupakan refleksi sebuah
kekalahan dalam peperangan
mempertahankan identitas jati diri kita
sebagai pemeluk Islam.
Sebagai generasi muda muslim, selain kita
dituntut melek teknologi dan ilmu
pengetahuan akibat buntut kemajuan zaman,
kita juga dituntut mampu memfilterisasi diri
serta lingkungan atau budaya kita dari
integritas budaya asing. Jangan mudah
terbawa deras arus modernisasi yang
cenderung menyesatkan. Jangan sampai kita
sebagai umat Islam hanya bagai buih di
lautan, banyak namun mudah terombang-
ambing, banyak namun tak memiliki arti.
Hal semestinya yang harus kita lakukan di
zaman serba kompleks ini wahai saudaraku
adalah kembali merapatkan jiwa dan
kesadaran kita masing-masing ke dasar
ajaran agama kita, kembali ke ajaran Islam
yang sesungguhnya, mendekatkan diri kepada
Allah, serta membekali diri ini dengan tembok
pengetahuan agama yang mumpuni, tanpa
mengabaikan pengaplikasiannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Sebagai generasi Islam, kita harus berusaha
sekuat yang kita mampu untuk
mengimplementasikan ajaran Islam dalam
kehidupan kita di masyarakat, dalam
muamalah sehari-hari. Agar ruh ajaran Islam
tak terkontaminasi oleh budaya-budaya asing
yang terbukti hanya menimbulkan keresahan
dalam masyarakat muslim.
Semoga kita semua diberikan kemampuan
untuk meninggikan kalimat Allah di medan
perjuangan yang semakin hari semakin
kompleks ini sesuai dengan background kita
masing-masing. Amin yaa robbal ‘alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar