Rabu, 15 Februari 2012

Pelajaran Cinta

Memang tidak mudah. Sebab
tidak karena kamu mencintai,
lalu hendak memberi, atau
kamu menebar pesona
kematanganmu melalui itu,
maka cintamu berbalas. Fakta itu
mungkin pahit. Tapi begitulah adanya:
kadang-kadang kamu harus belajar
menepuk angin, bukan tangan lain yang
melahirkan suara cinta.
Sebabnya sederhana saja. Cinta itu
banyak macamnya. Ada cinta misi: cinta
yang memang kita rencanakan sejak
awal. Cinta ini lahir dari misi yang suci,
didorong oleh emosi kebijakan dan
didukung dengan kemampuan memberi.
Misalnya cinta para Nabi kepada
umatnya, atau guru kepada muridnya,
atau pemimpin pada rakyatnya, atau ibu
kepada anaknya. Jiwamu dan jiwa orang
yang kamu cintai tidak mesti bersatu.
Cinta ini sering tidak berbalas. Bahkan
sering berkembang jadi permusuhan.
Lihatlah bagaimana nabi-nabi itu
dimusuhi umatnya, atau pemimpin yang
baik dibunuh rakyatnya, atau guru yang
dilupakan murid-muridnya.
Inilah cinta yang paling luhur. Paling
suci. Sebagian besar kebaikan yang kita
saksikan dalam kehiupan kita, bahkan
dalam sejarah umat manusia,
sebenarnya merupakan buah dari cinta
yang lain. Ambilah contoh: 1,3 milyar
umat islam saat ini adalah hasil
perjuangan berdarah-darah sang Nabi
berserta para sahabat-sahabatnya. Itu
cinta misi.
Tapi ada jenis cinta yang lain. Cinta jiwa.
Cinta ini lahir dari kesamaan atau
kegenapan watak jiwa. Jiwa yang sama
atau berbeda tapi saling menggenapi
biasanya akan saling mencintai. Cinta ini
yang lazim ada dalam hubungan
persahabatan dan perkawinan atau
keluarga. Cinta ini mengharuskan
adanya respon yang sama: cinta tidak
boleh bertepuk sebelah tangan disini.
Inilah cinta yang paling rumit. Serumit
kimia jiwa manusia. Suatu saat,
misalnya, Umar bin Khatab hendak
melamar Ummu Kultsum binti Abu
Bakar, adiknya Aisyah ra. Gadis itu
sangat belia dan tumbuh diantara jiwa-
jiwa lembut nan penyayang. Aisyah ra
jadi gusar. Wataknya tidak bertemu
dengan watak Umar. Tapi siapa berani
menolak lamaran manusia paling shalih
dimuka bumi ketika itu? Namun dengan
diplomasi yang sangat halus, melalui
kepiawaian Amr bin Ash, Aisyah menolak
lamaran itu sembari menawarkan
kepada sang Khalifah menikahi Ummu
Kultsum binti Ali bin Thalib, adik Hasan
bin Husain. Kali ini lamarannya diterima:
Ali dan Umar memiliki watak yang sama.
“Tidak ada alasan menolak lamaran
manusia terbaik dimuka bumi,” kata Ali
ra.
Ada cinta ketiga. Cinta maslahat. Cinta
ini dipertemukan oleh kesamaan
kepentingan. Mereka bisa berbeda watak
atau misi. Tapi kepentingan mereka
sama maka mereka saling mencintai.
Misalnya hubungan baik yang lazim
berkembang didunia bisnis. Suara ramah
dari penjawab telepon, atau senyum
manis seorang pramugari, atau layanan
sempurna seorang resepsionis hotel:
semua berkembang dari kepentingan
tapi efektif menciptakan kenyamanan
jiwa (confortability). Anda adalah bagian
dari pekerjaannya. Bukan jiwanya. Anda
adalah kepentingannya. Bukan jiwanya. ~
Anis Matta ~
Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar