Selasa, 07 Februari 2012

waktu, tempat dan orang


Pada zaman dahulu, ada
seorang raja yang memanggil seorang Darwis
dan berkata kepadanya "Jalan para darwis,
melalui silih bergantinya para guru sejak zaman
lampau hingga kini, telah senantiasa memancarkan
cahaya yang menjadi pendorong nilai-nilai yang membuat
martabatku tampak tak lebih dari suatu bayangan pudar."
Darwis itu menjawab, "Demikianlah adanya."
"Sekarang," kata Raja itu, "Karena aku sangat berhasrat
untuk mengetahui fakta-fakta di masa lalu, dan ingin
sekali mendapatkan kebenaran yang bisa kau tunjukkan,
dalam kebijaksaanmu yang ulung itu, maka ajarilah aku!"
"Suatu perintahkah itu atau permintaan?" tanya si darwis.
"Terserah padamu. Kalau dianggap suatu perintah, aku
siap belajar. Kalau dianggap permintaan, aku siap
belajar," kata Raja. Dan, ia menunggu jawaban darwis itu.
Berpuluh-puluh menit berlalu, dan akhirnya darwis itu
menengadahkan kepalanya yang sejak tadi tunduk
merenung. Katanya, "Raja harus menantikan 'saat
pewahyuan'."
Jawaban itu mengherankan Raja, sebab, bagaimanapun
juga, manakala ia ingin mengetahui sesuatu ia merasa
memiliki hak untuk diberitahu, atau ditunjukkan, sesuatu
atau lainnya. Darwis itu pun meninggalkan istana raja.
Semenjak itu, hari demi hari, si darwis terus menyertai
sang raja. Siang dan malam urusan negara terjadi,
kerajaan itu melewati masa suka dan duka, para
penasihat raja memberikan saran mereka, dan roda
kehidupan terus saja berputar.
"Darwis itu datang ke istanaku setiap hari," pikir sang raja,
setiap kali matanya menangkap sosok seorang yang
memakai jubah tambal sulam, "Dan tetap saja ia tak
pernah menyinggung percakapan kami tentang belajar
itu. Benar, ia terlibat dalam banyak peristiwa di istana ini,
ia bicara dan tertawa, ia makan dan tidur. Adakah ia
sedang menantikan sebuah pertanda atau semacamnya?"
Tetapi, sekeras apa pun berusaha, raja itu tetap tak dapat
menduga makna dari misteri itu. Ketika pusaran ombak
tak kasat mata pada akhirnya mencapai pantai
kemungkinan, muncullah desas-desus di istana raja. Ada
seorang yang mengatakan, "Daud dari Sahil adalah
penyanyi terbaik di dunia."
Biasanya percakapan semacam itu tak digubris oleh raja,
tetapi sekali ini ia merasakan keinginan yang kuat untuk
mendengarkan penyanyi itu. "Bawa penyanyi itu ke
istanaku," kata sang raja.
Pengurus acara kerajaan pun diutus ke rumah penyanyi
itu, tetapi Daud—raja di antara para penyanyi—
menjawab, "Rajamu itu hanya tahu sedikit tentang syarat-
syarat menyanyi. Kalau ia sekadar ingin melihat wajahku,
aku akan datang. Tetapi kalau ia ingin mendengarku
menyanyi, ia harus menunggu, sama seperti orang lain,
hingga aku berada dalam suasana hati yang tepat untuk
menyanyi. Mengetahui kapan harus tampil dan kapan
tidak tampil itulah yang membuatku menjadi penyanyi
terbaik, sama seperti pengetahuan ini akan membuat
orang bodoh mana pun yang mengetahuinya, menjadi
penyanyi hebat."
Ketika perkataan itu disampaikan kepada raja, ia merasa
marah sekaligus semakin ingin, dan berkata, "Tak adakah
seorang pun di istana ini yang mau memaksa lelaki itu
menyanyi untukku? Sebab, bila ia menyanyi hanya ketika
suasana hatinya tepat, aku pun demikian. Aku mau
mendengarkan nyanyiannya ketika aku masih ingin
mendengarnya."
Kemudian, Darwis itu tampil ke depan dan berkata,
"Burung Merak zaman ini, ikutlah bersamaku menemui
penyanyi itu."
Para pejabat istana saling bertatapan. Beberapa dari
mereka berpikir bahwa darwis itu memainkan suatu
permainan berbahaya, dan sekarang ia sedang berjudi
dalam hal membuat penyanyi itu mau tampil. Kalau ia
berhasil, tentu sang raja akan memberinya hadiah. Tetapi,
mereka ngeri membayangkan bila kemungkinan
sebaliknya yang terjadi.
Tanpa menjawab, sang raja bangkit dan menyuruh
dibawakan sepotong pakaian kumal. Raja itu
mengenakannya, lalu bergegas mengkuti si darwis. Raja
yang menyamar dan pemandunya itu pun sampai di
rumah penyanyi itu. Ketika pintu diketuk, terdengar Daud
berseru, "Hari ini aku tak ingin menyanyi. Jadi, pergilah
dan jangan ganggu kedamaianku."
Mendengar itu, si darwis duduk bersila di tanah, dan
mulai menyanyi. Ia mendendangkan lagu Daud yang
paling disukai orang, dan ia menyanyikan keseluruhan
lagu itu, dari awal hingga akhir.
Sang raja, yang tidak biasa menilai nyanyian, sangat
terpesona oleh lagu itu, dan perhatiannya teralihkan pada
kemerduan suara darwis itu. Ia tidak tahu bahwa darwis
itu sengaja menyanyikan lagu tersebut secara keliru agar
muncul keinginan penyanyi itu untuk membetulkannya.
"Lagi, lagi, nyanyikan lagu itu lagi," pinta raja itu, "Sebab,
belum pernah aku mendengar nyanyian semerdu itu."
Namun, saat itu Daud mulai menyanyi. Sejak nada
pertama, darwis itu dan sang raja dibuat terkesima,
perhatian mereka terpaku kepada rangkaian nada yang
mengalun tanpa cela dari pita suara Si Burung Bulbul dari
Sahil.
Ketika Daud selesai menyanyi, sang raja memberikan
hadiah berlimpah kepadanya. Kepada darwis itu, sang raja
berkata, "Manusia bijaksana! Aku mengagumi caramu
memancing Burung Bulbul itu menyanyi, dan aku akan
dengan senang hati mengangkatmu menjadi penasihat di
istanaku."
Tetapi, darwis itu menjawab, "Yang Mulia, engkau bisa
mendengarkan lagu yang engkau kehendaki hanya jika
ada seorang penyanyi, jika engkau ada saat ini, dan jika
ada seorang yang membentuk saluran agar lagu itu bisa
dinyanyikan. Sebagaimana halnya dengan penyanyi
terbaik dan raja, demikian pula dengan darwis dan para
pengikutnya. Waktu, tempat, orang, dan kecakapan."
Benturan antara para Sufi dan pelajar biasanya tampak
jelas dalam teori bahwa pemikiran-pemikiran Sufi hanya
bisa dipelajari dalam kesesuaian dengan prinsip-prinsip
tertentu; termasuk di antaranya waktu, tempat, dan
orang.
Para sarjana menuntut pembuktian terhadap klaim-klaim
Sufi dalam istilah-istilah mereka sendiri. Banyak kisah
Sufi yang menggambarkan, seperti halnya kisah ini,
bahwa para Sufi hanya menuntut kesempatan yang sama
untuk memenuhi berbagai syarat yang diminta oleh para
akademisi ataupun ilmuwan.
Kisah ini berasal dari ajaran Sayed Imam Ali Shah, yahg
wafat pada tahun 1860 dan dimakamkan di Gurdaspur,
India.
Red: Chairul Akhmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar