Rabu, 22 Februari 2012

Jgn benci aku mama , tragisss

ua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak
laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak
bodoh. Sam, suamiku, memberinya nama Eric. Semakin
lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang
agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada
orang lain saja untuk dijadikan budak atau pelayan.
Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa
saya membesarkannya juga. Di tahun kedua setelah Eric
dilahirkan saya pun melahirkan kembali seorang anak
perempuan yang cantik mungil. Saya menamainya
Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga
Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman
hiburan & membelikannya pakaian anak-anak yang
indah-indah.
Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya
memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat
membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan
dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti
perkataan saya.
Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia. Eric
sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi
semakin miskin dengan hutang yang semakin
menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang
akan membuat saya menyesal seumur hidup. Saya pergi
meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica.
Eric yang sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu
saja.
Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah
kami laku terjual untuk membayar hutang. Setahun, 2
tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak kejadian itu.
Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria
dewasa. Usia pernikahan kami telah menginjak tahun
kelima. Berkat Brad, sifat-sifat buruk saya yang semula
pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi
sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang.
Angelica telah berumur 12 tahun dan kami
menyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan.
Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi
yang mengingatnya.
Sampai suatu malam. Malam di mana saya bermimpi
tentang seorang anak.
Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali. Ia
melihat ke arah saya.
Sambil tersenyum ia berkata,
"Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu cekali pada
Mommy!"
Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun
saya menahannya,
"Tunggu..., sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu
anak manis?"
"Nama saya Elic, Tante."
"Eric? Eric... Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?"
Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal
dan berbagai perasaan aneh lainnya menerpa diri saya
saat itu juga.
Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu
seperti sebuah film yang diputar di kepala saya. Baru
sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya
dulu. Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya
harus mati..., mati..., mati... Ketika tinggal seinchi jarak
pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan tangan,
tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya.
Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric...
Sore itu saya memarkir mobil biru saya di samping
sebuah gubuk, dan Brad dengan pandangan heran
menatap saya dari samping. "Mary, apa yang sebenarnya
terjadi?"
"Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya
menceritakan hal yang telah saya lakukan dulu." tetapi
aku menceritakannya juga dengan terisak-isak. ..
Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah
memberikan suami yang begitu baik dan penuh
pengertian. Setelah tangis saya reda, saya keluar dari
mobil diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap
lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari
hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu
pernah saya tempati beberapa tahun lamanya dan Eric..
Eric...
Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu.
Dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk
tersebut dan membuka pintu yang terbuat dari bambu itu.
Gelap sekali... Tidak terlihat sesuatu apa pun!
Perlahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan
dalam ruangan kecil itu.
Namun saya tidak menemukan siapa pun juga di
dalamnya. Hanya ada sepotong kain butut tergeletak di
lantai tanah. Saya mengambil seraya mengamatinya
dengan seksama... Mata saya mulai berkaca-kaca, saya
mengenali potongan kain tersebut sebagai bekas baju
butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya. .. Beberapa
saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan,
saya pun keluar dari ruangan itu... Air mata saya mengalir
dengan deras. Saat itu saya hanya diam saja. Sesaat
kemudian saya dan Brad mulai menaiki mobil untuk
meninggalkan tempat tersebut. Namun, saya melihat
seseorang di belakang mobil kami. Saya sempat kaget
sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah
wajah orang itu yang demikian kotor.
Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak
kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan
suaranya yang parau.
"Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau ke sini?!"
Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, "Ibu, apa
ibu kenal dengan seorang anak bernama Eric yang dulu
tinggal di sini?"
Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu sungguh
perempuan terkutuk! Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu
sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus menunggu
ibunya dan memanggil, 'Mommy..., Mommy!' Karena tidak
tega, saya terkadang memberinya makan & mengajaknya
tinggal bersama saya. Walaupun saya orang miskin dan
hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya
tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan
yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar
menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk
menulis ini untukmu..."
Saya pun membaca tulisan di kertas itu...
"Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi...?
Mommy marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang
pergi saja, tapi Mommy harus berjanji kalau Mommy tidak
akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom..."
Saya menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong
katakan... katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji
akan meyayanginya sekarang! Saya tidak akan
meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!"
Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.
"Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya
datang, Eric telah meninggal dunia. Ia meninggal di
belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat
lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di
belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia
takut apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana ... Ia hanya
berharap dapat melihat Mommy-nya dari belakang gubuk ini.. Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya disana.
Nyonya, dosa Anda tidak terampuni!"
Saya kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi.
sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar