Jumat, 17 Februari 2012

Debat madalah bid'ah bukan hanya ilmu tapi caci maki

Banyak orang berdebat tentang ada tidaknya bid'ah
hasanah itu. Dan biasanya mereka terjebak dengan
pengertian kata 'kullu bid'atin'. Apakah kata kullu itu
artinya semua tanpa ada pengecualian, ataukah masih
ada yang dikecualikan. Dan perdebatannya kadang ke
level saling caci maki dan penghinaan, bahkan kadang
anggota kebun binatang pun ikut-ikutan diabsen.
Sebenarnya perbedaan tentang adakah bid'ah hasanah itu
bukan hal yang aneh. Biasa-biasa saja, tidak perlu harus
sampai ribut dan keluar sifat kotor dan akhlaq yang
kurang simpatik.
Kalau kita kembali melihat ke zaman salafunas-shalih,
baik ulama yang mendukung adanya bid'ah hasanah atau
yang tidak mendukung, ternyata kedua kubu tetap
kompak dan damai-damai saja.
Kita tidak pernah mendengar Imam As-Syafi'i dicaci maki
oleh Imam Abu Hanifah gara-gara beliau melakukan
qunut pada shalat shubuh. Padahal Mazhab Hanafi tegas
menyebutkan qunut shubuh itu bid'ah. Namun kita tidak
pernah mendengar ulama mazhab Hanafi mentahdzir
ulama mazhab Syafi'i, begitu juga sebaliknya.
Lalu apa urusan kita saling mentahdzir saudara sendiri?
Apakah kita sudah jadi ulama yang sesungguhnya?
Dimana posisi kita dari mereka?
Juga belum pernah ada satu pun ulama dari mazhab
Hanafi yang bilang bahwa orang yang bermazhab syafi'i
pasti masuk neraka, hanya gara-gara menjalankan bid'ah.
Mazhab Hanafi hanya menyebut qunut shubuh itu bid'ah,
dan bukan bid'ah hasanah.
Ulama mazhab Syafi'i pun tidak pernah mencaci para
ulama mazhab Hanafi yang menikahkan janda tanpa
orang tua mereka. Tidak ada kalimat yang merendahkan
martabat keluar dari mulut suci para ulama di masa salaf
itu.
Kata-kata yang kotor dan keji dalam bicara tentang bid'ah
ini hanya terjadi di zaman 'salah' sekarang ini, dimana
orang yang bukan ulama, tiba-tiba merasa sudah menjadi
ulama besar, dan merasa berhak mencaci maki para
ulama mulia di masa salaf.
Sayang sekali, apa yang disebut sebagai ilmu ternyata
hanya sekedar caci maki kepada saudara seislam, bahkan
caci maki kepada para ulama. Saya memandang lebih baik
diam dan tinggalkan arena perdebatan yang hanya
mendambah dosa dan menghilangkan pahala.
Naudzu billah ighfir lana ya rabb. . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar