Rabu, 22 Februari 2012

Kisah anak yg mencorat coret mobil ayahnya


Sepasang suami isteri - seperti
pasangan lain di kota-kota besar
meninggalkan anak-anak diasuh
pembantu rumah sewaktu
bekerja. Anak tunggal pasangan
ini, perempuan cantik berusia
tiga setengah tahun. Sendirian ia
di rumah dan kerap kali
dibiarkan pembantunya karena
sibuk bekerja di dapur.
Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang
dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di
halaman rumahnya.
Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun
mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan , tetapi
karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak
kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya…
karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak
jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai
dengan kreativitasnya.
Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena
ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil
sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri
mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya
sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya
mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa
disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu
melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran
angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang
belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit,
“Kerjaan siapa ini !!!” …. Pembantu rumah yang tersentak
engan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar.
Mukanya merah adam ketakutan lebih-lebih melihat
wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan
keras kepadanya, dia terus mengatakan ‘ Saya tidak
tahu..tuan.” “Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg
kau lakukan?” hardik si isteri lagi.
Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari
keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata
“Dita yg membuat gambar itu ayahhh.. cantik …kan!”
katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja
seperti biasa.. Si ayah yang sudah hilang kesabaran
mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan
rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak
tangan anaknya . Si anak yang tak mengerti apa apa
menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas
memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang
tangan anaknya.
Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah
merestui dan merasa puas dengan hukuman yang
dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu
harus berbuat apa… Si ayah cukup lama memukul-mukul
tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya.
Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu
rumah tersebut menggendong anak kecil itu,
membawanya ke kamar.
Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang
tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu
rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya
dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga
menjerit-jerit menahan pedih saat luka-lukanya itu
terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak
kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur
bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua
belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah
mengadu ke majikannya. “Oleskan obat saja!” jawab bapak
si anak.
Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu
yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah
konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari
berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya
sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya
kepada pembantu rumah. “Dita demam, Bu”…jawab
pembantunya ringkas. “Kasih minum panadol aja ,” jawab
si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk
kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam
pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar
pembantunya.
Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan
tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. “Sore nanti
kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah siap” kata
majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah
dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke
rumah sakit karena keadaannya susah serius. Setelah
beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan
ibu anak itu. “Tidak ada pilihan..” kata dokter tersebut
yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong
karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut…”Ini
sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka
kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah” kata
dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar
mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar,
tapi apa yg dapat dikatakan lagi.
Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan
lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya
menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar
dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan
habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan
melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya
muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu
rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua
menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak
bersuara dalam linangan air mata. “Ayah.. ibu… Dita tidak
akan melakukannya lagi…. Dita tak mau lagi ayah pukul.
Dita tak mau jahat lagi… Dita sayang ayah..sayang ibu.”,
katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan
rasa sedihnya. “Dita juga sayang Mbok Narti..” katanya
memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat
wanita itu meraung histeris.
“Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita
janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya
Dita mau makan nanti ?… Bagaimana Dita mau bermain
nanti ?… Dita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi, ”
katanya berulang-ulang. Serasa hancur hati si ibu
mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat
hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia
dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya
si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua
tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya
tetap harus dipotong meski sudah minta maaf…Tahun
demi tahun kedua orang tua tersebut menahan kepedihan
dan kehancuran bathin sampai suatu saat Sang Ayah tak
kuat lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis
penyesalannya yg tak bertepi…, Namun…., si Anak dengan
segala keterbatasan dan kekurangannya tersebut tetap
hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan
ayahnya..
Sumber : dikutip dari milis EMBA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar